Lalu pada malam kedua, saya menghabiskan malam bersama teman - teman saya di salah satu Angkringan Joss di dekat Tugu Stasiun (kalau enggak salah namanya Angkringan Pak Agus). Dulu, beberapa tahun yang lalu, ketika saya ke Jogja, saya sempat mencicipi Kopi Joss. Saat itu rasanya aneh di lidah saya, tetapi entah kenapa saat kemarin saya mencoba lagi (kali ini ditambah dengan susu), rasanya manis dan enyak! :3 . Setelah itu kami ke Sate Klathak di daerah Imogiri. Kata teman saya sih sate dan tongseng di tempat makan ini memang terkenal enak, tetapi entah kenapa menurut saya kok rasanya biasa aja ya hehe. Dan malam kedua kami ditutup dengan menaiki becak kerlap - kerlip yang super kece di sekitar lapangan Alun - Alun Selatan. Hanya dengan mengeluarkan uang 35ribu IDR, saya dan kelima teman saya merasa puas menikmati suasana di salah satu sudut kota Yogyakarya yang saat itu masih terasa sangat ramai walaupun jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, dengan ditemani lagu Yogyakarta-nya Kla Projek #bahagiaitusederhana :D
Pada malam ketiga, saya cukup excited karena berencana untuk mengunjungi beberapa pasar malam. Sebelum saya kesana, saya sempat makan di salah satu kedai makan yang terkenal dan dimiliki oleh seorang waria asal Yogya. Dari awal saya masuk, sudah terlihat bahwa tempat makan ini memang segitu diminatinya. Gimana enggak, sudah ada kursi khusus lengkap dengan televisi untuk para pengantri dan hampir semua kursi tersebut sudah terisi. Ekspektasi saya yang cukup tinggi terhadap restoran yang memang menyajikan makanan dengan harga murah ini (enggak heran sih sebenarnya, secara di Yogyakarta gitu yaa), akhirnya berujung kecewa karena menunggu hampir satu jam dan well, makanan yang saya pesan pun terasa biasa saja. Mungkin satu - satunya yang membuat saya puas adalah mendoannya :(
Setelah itu akhirnya saya ke Pasar Senthir yang pintu masuknya terletak di pintu selatan Pasar Beringharjo. Saat itu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kalau menurut informasi yang saya dapat, pasar ini memang baru buka setelah maghrib dan berlangsung hingga pukul sebelas malam. Tetapi, mungkin karena saat itu bukan akhir pekan, tampaknya banyak penjual yang sudah pulang lebih awal. Karena saat saya datang, pasar yang berada di lapangan parkir terbuka itu sudah terlihat sepi, walaupun masih ada beberapa penjual yang menjajakan berbagai jualannya. Iya, pasar ini memang terkenal dengan barang bekasnya dan barang bekas yang dijual pun bukan hanya pakaian dan aksesoris, tetapi juga handphone, bahkan barang - barang yang tidak terduga seperti ban mobil, dan "rongsokan" lainnya. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari penjual disana, pasar malam ini ramai dan buka lebih malam hanya pada waktu malam minggu aja. Pasar lainnya yang ada di dalam list saya adalah Pasar Pakuncen. Sayangnya, begitu saya sampai disana (sekitar pukul sepuluh), ternyata pasar ini sudah tutup. Padahal menurut informasi yang saya dapat melalui internet, pasar ini justru buka dan ramai saat malam hari. Yaa jadilah akhirnya malam terakhir saya di Jogja pun ditutup dengan sedikit rasa kecewa dan berharap kunjungan saya ke pasar lainnya pada besok pagi bisa lebih memuaskan.
Hari terakhir saya ditemani dengan suara riuh burung - burung yang bertengger di dalam sangkar mereka masing - masing yang berwarna warni. Iya, dari awal saya datang di Jogja, saya sudah dibuat penasaran dengan PASTY (Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta) yang merupakan relokasi dari Pasar Ngasem ini. Kali ini saya merasa puas. Bahkan sangat puas. Karena ternyata pasar ini, baik bagian tanaman hiasnya maupun bagian hewan, memang sesuai dengan ekspektasi saya. Bukan hanya berhasil merefresh otak dan mata saya dari kehidupan kota, tetapi juga saya mendapatkan banyaakk objek menarik untuk difoto. Rasanya hampir setiap sisi pasar ini ingin difoto!
Setelah itu, kami (saya dan Ali, adik saya) pergi ke jalan Prawirotaman. Dari beberapa tahun yang lalu, saya memang sudah penasaran dengan jalanan yang terkenal sebagai "Bali nya Jogja" ini. Akhirnya baru sekarang deh kesampaian mengunjunginya. Sekilas, jalanan ini memang agak mirip dengan jalanan yang ada di Bali. Tetapi yang paling membuatnya mirip adalah suasana tempat ini yang dipenuhi dengan para bule. Prawirotaman ini memang dijadikan sebagai kampung wisata untuk turis asing. Makanya di sepanjang jalanan ini ada banyak hotel buat backpacker dan turis asing, serta kafe dan restoran kece yang terlihat berbeda dari restoran di tempat lain. Salah satu yang sempat saya kunjungi adalah Via - Via dan Kedai Kebun. Saya enggak tau gimana restoran lainnya, tetapi dari kedua restoran ini saya bisa melihat bahwa mereka berbeda dari kebanyakan restoran lainnya karena tempatnya yang artsy (dan tentunya nyaman). Tapi mungkin buat kalian yang sudah terbiasa dengan harga makanan di Jogja yang serba murah, jangan kaget kalo datang ke Via - Via karena harganya yang menurut saya sih overprice (secara harganya sama aja kaya restoran fancy di Jakarta). Sedangkan Kedai Kebun masih menyesuaikan dengan harga lokal.
Well, see you next time Jogja :)
aah, i love this trip review! sungguh tidak biasa dan menyegarkan :D
ReplyDeleteterima kasih banyaak ya sudah mengulas perjalananmu, sepertinya mau saya tiru, nih. salam kenal, hehe.
hallo riska.. terimakasih jugaa yaa udah membaca blog dan postingan saya! senanggg! ayo datang ke tempat2 itu :D
Delete