Kalau kamu perhatikan atau sering baca tulisan di blog saya, kamu pasti paham bahwa saya bukan termasuk orang yang suka menye-menye atau menggalau secara eksplisit disini. Saya juga sebisa mungkin meminimalisir tulisan yang bersifat terlalu personal. Karena memang pada dasarnya saya bukan termasuk orang yang suka menceritakan masalah pribadi saya ke orang lain. Jangankan disini, menceritakan kehidupan saya ke orang - orang terdekat saya sekalipun aja susah banget rasanya. Tapi berhubung yang satu ini udah lama banget mengendap di pikiran saya dan juga dari pengalaman saya bertemu dengan banyak orang akhir - akhir ini membuat saya semakin tergelitik untuk menceritakan pendapat saya tentang topik ini, akhirnya sekarang saya memberanikan diri untuk mengungkapkan pandangan dan pengalaman saya pribadi terhadap status perempuan dengan pendidikan S3 dan, ehm, jodoh. Oh iya, semua isi tulisan ini sama sekali enggak ada maksud apapun dan tidak ditujukan kepada siapapun. Saya hanya ingin berbagi pandangan dan meluruskan apa yang dapat diluruskan :)
Beberapa dari kamu yang sempat membaca salah satu postingan saya sebelumnya dan membaca beberapa komen di Instagram saya, pasti udah tau bahwa dalam waktu dekat saya akan melanjutkan studi doktor. Enggak sedikit orang yang kaget begitu mendengar keputusan saya untuk melanjutkan sekolah. Mereka lebih kaget lagi ketika baru mengetahui bahwa studi doktoral ini akan memakan waktu sekitar tiga sampai empat tahun. Entah udah berapa ratus orang yang saya temui menanyakan hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung, "Kalau S3 sampai 3-4 tahun gitu, nikahnya kapan?", atau, "Sebaiknya cari suami dulu sekarang. Kalau udah gelar doktor gitu nanti susah loh cari calon. Biasanya laki-laki takut loh sama perempuan yang pendidikannya lebih tinggi dari dia". Atau komentar lainnya adalah "Hati - hati jangan sampai terlalu fokus mengejar karier. Teman saya sudah berusia 40 tahun sampai sekarang belum menikah.. Padahal cantik, pintar, pokoknya sosoknya sempurna deh! Tapi laki - laki pada keburu minder duluan sama dia". Sebenarnya enggak ada yang salah sih dengan berbagai tanggapan tersebut. Malah terdengar wajar banget orang - orang mempertanyakan ketika melihat seorang perempuan berumur 24 tahun sudah memutuskan untuk melanjutkan S3. Apalagi perempuan tersebut belum menikah, bahkan calon pun belum ada (ha!). Jadi dengan berbagai fakta tersebut, enggak sedikit yang berpendapat bahwa saya terlalu cepat dan naif untuk mengambil keputusan ini, atau terlalu fokus untuk mengejar karir. Mulai dari keluarga dan teman terdekat saya, hingga orang yang baru kenal dengan saya, banyak yang ikut "prihatin" dengan kondisi saya saat ini. Dan entah sudah berapa puluh kali mereka menawarkan untuk menjodohkan saya dengan kerabat mereka. Enggak, enggak ada yang salah kok dengan semua tindakan dan pemikiran mereka tersebut. Saya tau bahwa mereka semua memiliki maksud yang baik. Hanya saja, kadang masih ada beberapa hal yang enggak dipahami oleh mereka ketika menceritakan atau menasehati saya. Dan tanpa sadar, ucapan - ucapan mereka yang terdengar wajar tersebut lama kelamaan terdengar seperti cerita horor yang membuat saya takut dan ragu untuk mencapai mimpi saya.
Sebenarnya saya masih bingung sih sama orang yang bilang kalau laki - laki takut sama perempuan yang udah melanjutkan studi doktoral. Alasannya karena mereka takut dengan perempuan yang terlalu pintar. Padahal sebenarnya bagi mereka yang bisa membuka pikiran mereka, tingkat pendidikan itu bukan terkait pada faktor kepintaran, tapi lebih kepada prioritas masing - masing individu. Masa hari gini masih aja sih mikir bahwa tingkat kecerdasan dan kepintaran seseorang berbanding lurus dengan gelar pendidikan mereka? Kalau saya sih enggak percaya. Enggak perlu pake data statistik atau penelitian segala, dari hasil pengamatan sekilas aja udah ketebak kok kalau banyak orang yang gelarnya belum S2 atau bahkan belum S1, tapi lebih pintar dari orang yang udah menyandang gelar doktor bahkan profesor. Ditambah lagi untuk kasus saya (saya enggak tau kalau orang lain), mendapatkan beasiswa dan universitas di luar negeri itu bukan karena faktor kepintaran, tapi lebih karena hasil dari kerja keras saya dan juga faktor keberuntungan. Saya akui kalau saya adalah orang yang sangat pekerja keras ketika saya ingin mencapai sesuatu. Tetapi kalau pintar, sebenarnya saya termasuk yang biasa aja. AVERAGE. Rata - rata. Malahan saya sangat yakin kalau kamu yang baca tulisan ini adalah orang yang lebih hebat, pintar dan memiliki wawasan yang lebih luas dari saya.
Alasan utama kenapa saya mau melanjutkan S3 adalah karena saya memang ingin dan butuh untuk ke depannya. Ingin, karena saya suka melakukan penelitian, penasaran dengan berbagai fenomena - fenomena yang terjadi di dalam kehidupan kota dan desa, serta saat ini sedang sangat penasaran sekaligus tertarik dengan sebuah hal yang saya ajukan sebagai topik penelitian doktoral saya. Butuh, karena saya berniat untuk terus menjadi dosen dan peneliti di bidang yang saya geluti saat ini, dan gelar doktoral dibutuhkan untuk karir saya ke depannya. Saya hanya takut semakin lama saya menunda untuk melanjutkan studi, kapasitas otak dan tingkat semangat saya untuk sekolah akan semakin rendah. Apalagi sebenarnya rencana saya untuk mengambil program doktor ini udah ada sejak dua tahun yang lalu tepatnya ketika saya masih menjalani program master. Saat itu saya udah memutuskan untuk jadi dosen ke depannya dan makanya saya sebenarnya ingin langsung melanjutkan ke program doktor. Tapi setelah beberapa pertimbangan, seperti salah satunya adalah saya ingin mendapatkan pengalaman mengajar dan meneliti di bidang yang saya tekuni, maka saya memutuskan untuk pulang dulu. Jadi jelas bahwa keputusan S3 ini bukan karena saya ikut-ikutan orang lain, apalagi karena ingin merasa lebih dianggap, ingin dipandang hebat atau pintar. Kalau hanya untuk itu mah, mending cari jalan lain yang less risky daripada mengambil S3 yang menurut saya sendiri ini adalah keputusan terbesar yang pernah saya buat dalam hidup saya.
Beberapa dari kamu yang sempat membaca salah satu postingan saya sebelumnya dan membaca beberapa komen di Instagram saya, pasti udah tau bahwa dalam waktu dekat saya akan melanjutkan studi doktor. Enggak sedikit orang yang kaget begitu mendengar keputusan saya untuk melanjutkan sekolah. Mereka lebih kaget lagi ketika baru mengetahui bahwa studi doktoral ini akan memakan waktu sekitar tiga sampai empat tahun. Entah udah berapa ratus orang yang saya temui menanyakan hal ini baik secara langsung maupun tidak langsung, "Kalau S3 sampai 3-4 tahun gitu, nikahnya kapan?", atau, "Sebaiknya cari suami dulu sekarang. Kalau udah gelar doktor gitu nanti susah loh cari calon. Biasanya laki-laki takut loh sama perempuan yang pendidikannya lebih tinggi dari dia". Atau komentar lainnya adalah "Hati - hati jangan sampai terlalu fokus mengejar karier. Teman saya sudah berusia 40 tahun sampai sekarang belum menikah.. Padahal cantik, pintar, pokoknya sosoknya sempurna deh! Tapi laki - laki pada keburu minder duluan sama dia". Sebenarnya enggak ada yang salah sih dengan berbagai tanggapan tersebut. Malah terdengar wajar banget orang - orang mempertanyakan ketika melihat seorang perempuan berumur 24 tahun sudah memutuskan untuk melanjutkan S3. Apalagi perempuan tersebut belum menikah, bahkan calon pun belum ada (ha!). Jadi dengan berbagai fakta tersebut, enggak sedikit yang berpendapat bahwa saya terlalu cepat dan naif untuk mengambil keputusan ini, atau terlalu fokus untuk mengejar karir. Mulai dari keluarga dan teman terdekat saya, hingga orang yang baru kenal dengan saya, banyak yang ikut "prihatin" dengan kondisi saya saat ini. Dan entah sudah berapa puluh kali mereka menawarkan untuk menjodohkan saya dengan kerabat mereka. Enggak, enggak ada yang salah kok dengan semua tindakan dan pemikiran mereka tersebut. Saya tau bahwa mereka semua memiliki maksud yang baik. Hanya saja, kadang masih ada beberapa hal yang enggak dipahami oleh mereka ketika menceritakan atau menasehati saya. Dan tanpa sadar, ucapan - ucapan mereka yang terdengar wajar tersebut lama kelamaan terdengar seperti cerita horor yang membuat saya takut dan ragu untuk mencapai mimpi saya.
Sebenarnya saya masih bingung sih sama orang yang bilang kalau laki - laki takut sama perempuan yang udah melanjutkan studi doktoral. Alasannya karena mereka takut dengan perempuan yang terlalu pintar. Padahal sebenarnya bagi mereka yang bisa membuka pikiran mereka, tingkat pendidikan itu bukan terkait pada faktor kepintaran, tapi lebih kepada prioritas masing - masing individu. Masa hari gini masih aja sih mikir bahwa tingkat kecerdasan dan kepintaran seseorang berbanding lurus dengan gelar pendidikan mereka? Kalau saya sih enggak percaya. Enggak perlu pake data statistik atau penelitian segala, dari hasil pengamatan sekilas aja udah ketebak kok kalau banyak orang yang gelarnya belum S2 atau bahkan belum S1, tapi lebih pintar dari orang yang udah menyandang gelar doktor bahkan profesor. Ditambah lagi untuk kasus saya (saya enggak tau kalau orang lain), mendapatkan beasiswa dan universitas di luar negeri itu bukan karena faktor kepintaran, tapi lebih karena hasil dari kerja keras saya dan juga faktor keberuntungan. Saya akui kalau saya adalah orang yang sangat pekerja keras ketika saya ingin mencapai sesuatu. Tetapi kalau pintar, sebenarnya saya termasuk yang biasa aja. AVERAGE. Rata - rata. Malahan saya sangat yakin kalau kamu yang baca tulisan ini adalah orang yang lebih hebat, pintar dan memiliki wawasan yang lebih luas dari saya.
Alasan utama kenapa saya mau melanjutkan S3 adalah karena saya memang ingin dan butuh untuk ke depannya. Ingin, karena saya suka melakukan penelitian, penasaran dengan berbagai fenomena - fenomena yang terjadi di dalam kehidupan kota dan desa, serta saat ini sedang sangat penasaran sekaligus tertarik dengan sebuah hal yang saya ajukan sebagai topik penelitian doktoral saya. Butuh, karena saya berniat untuk terus menjadi dosen dan peneliti di bidang yang saya geluti saat ini, dan gelar doktoral dibutuhkan untuk karir saya ke depannya. Saya hanya takut semakin lama saya menunda untuk melanjutkan studi, kapasitas otak dan tingkat semangat saya untuk sekolah akan semakin rendah. Apalagi sebenarnya rencana saya untuk mengambil program doktor ini udah ada sejak dua tahun yang lalu tepatnya ketika saya masih menjalani program master. Saat itu saya udah memutuskan untuk jadi dosen ke depannya dan makanya saya sebenarnya ingin langsung melanjutkan ke program doktor. Tapi setelah beberapa pertimbangan, seperti salah satunya adalah saya ingin mendapatkan pengalaman mengajar dan meneliti di bidang yang saya tekuni, maka saya memutuskan untuk pulang dulu. Jadi jelas bahwa keputusan S3 ini bukan karena saya ikut-ikutan orang lain, apalagi karena ingin merasa lebih dianggap, ingin dipandang hebat atau pintar. Kalau hanya untuk itu mah, mending cari jalan lain yang less risky daripada mengambil S3 yang menurut saya sendiri ini adalah keputusan terbesar yang pernah saya buat dalam hidup saya.
Kedua, saya S3 bukan karena saya mengutamakan karier dibandingkan menikah. Justru nih ya, kalau mau saya jujur - jujuran, saya lebih memilih ketika saya melanjutkan studi S3 nanti saya sudah ditemani oleh suami dibandingkan seorang diri. Karena dari pengalaman melanjutkan studi master sebelumnya, saya tau bahwa hidup di dunia yang benar - benar berbeda dengan kita dan berada di lingkungan yang enggak ada satu pun orang yang paham tentang diri kita, itu sulit. Walaupun sekarang saya bersyukur banget bisa melalui itu semua seorang diri karena hal itu justru membuat saya menjadi seseorang yang jauh lebih mandiri dan kuat. TAPI, beda halnya dengan yang akan saya jalani sekarang. Saya paham banget bahwa kadar stres, tanggung jawab dan tantangan yang akan dihadapi saat S3 ini akan sangat jauh lebih besar daripada saat S2. Makanya saya tau seberapa penting peran pasangan dalam menemani seseorang yang sedang melanjutkan studi doktor. Terus kenapa saya enggak menikah dulu? Well... Ini sebenarnya sudah saya pikirkan dari pertama kali niat untuk S3 sudah tercetus dari mulut saya. Dan yang paling penting adalah saya udah mencoba selama dua tahun disini. Sebenarnya salah satu alasan lain kenapa saya menunda S3 saya adalah karena saya ingin agar ketika S3 nanti saya sudah menikah. Dari yang tadinya tenang karena udah ada rencana yang cukup matang, lalu sempat kebingungan karena rencananya berubah, kemudian sempat ada harapan lagi untuk membuat rencana baru, sampai akhirnya sekarang I have no backup plans at all. Saya dalam keadaan yang benar - benar pasrah dan ikhlas dengan rencana Tuhan. Satu hal yang terus saya percaya adalah God's plans will always be greater than ours. Jadi saya percaya bahwa Tuhan akan memberikan seseorang yang terbaik di waktu yang paling tepat.
Tapi ternyata enggak semudah itu... Masalah lain yang muncul ketika saya mencoba untuk pasrah dan yakin kepada rencana Tuhan adalah saat mendengar berbagai komentar, pertanyaan, tanggapan yang datang dari orang - orang yang saya temui. Sehingga yang tadinya saya masih merasa santai dengan status saya sebagai perempuan yang masih single dan percaya diri untuk melanjutkan studi doktoral, kemudian berubah menjadi seseorang yang selalu merasa insecure and somehow, I could see myself as a pathetic person. Gimana enggak menyedihkan coba, beberapa bulan belakangan ini hingga minggu lalu, saya menjadi seseorang yang bukan diri saya dan melakukan hal - hal yang enggak pernah saya lakukan sebelumnya karena termakan rasa takut yang dikatakan orang - orang tentang kondisi saya saat ini: "enggak menikah karena menempuh pendidikan terlalu tinggi". Akhirnya saya pun terus kepikiran untuk mencari jodoh sebelum S3. Mulai dari kepikiran (untungnya baru kepikiran, belum sampai melakukan suatu tindakan!) untuk kembali ke orang yang jelas - jelas bertentangan dengan hati nurani dan akal pikiran saya; mencoba untuk mempertahankan hubungan yang sebenarnya saya udah tau bahwa hubungan tersebut enggak akan bisa berhasil hingga beribu kali saya mencoba; termakan dengan harapan palsu ketika orang - orang berniat mengenalkan saya dengan kerabat mereka (I mean, plis deh, selama ini saya aja enggak pernah mau dijodohin, tapi sekarang malah berharap buat dijodohin!); sangat berharap bahwa saya akan bertemu dengan jodoh saya ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan orang - orang dan lingkungan baru; hingga yang terakhir itu adalah akhirnya saya beneran jatuh hati *cieilah, Raisa banget nihhh* dengan seseorang yang baru beberapa hari ketemu tapi dari awal saya udah yakin banget sama dia dan bahkan udah berpikir jauh ke depan, tapi ternyata entah saya-nya aja yang terlalu geer atau orangnya yang terlalu narrow minded begitu mendengar saya mau studi S3 dalam waktu dekat, jadi ujung - ujungnya babay lagi. Enggak mau munafik, setelah itu saya sempat down banget dan merasa semakin desperate dengan diri saya. Merasa seolah - olah enggak ada yang mau sama saya gitu, loh! Hahaha. Padahal seumur - umur saya enggak pernah merasa seperti ini, bahkan sebelumnya pun saya cenderung yang enggak terlalu ribet untuk mikirin masalah jodoh dan nikah.
Mengalami berbagai kondisi tersebut, membuat saya sempat berpikir untuk menunda rencana S3 sampai saya sudah menikah atau setidaknya udah ada kepastian tentang jodoh. Saya jadi sempat males - malesan untuk melanjutkan aplikasi sekolah dan semangat untuk mencapai mimpi saya mendadak hilang. Setiap hari saya digeluti perasaan yang enggak menentu. Fokus saya pun lama kelamaan menjadi hilang. Tetapi yaa terkadang manusia memang perlu merasakan titik terbawahnya. Karena dengan meluapkan semua kesedihan dan kekesalan saya selama ini (dan pastinya juga kehendak Tuhan untuk kembali mengingatkan saya), saya baru bisa merasa lega dan berpikir jernih kembali. Disitu saya kembali berpikir... Kalau saya menunda lagi, ini sama aja dengan menolak rezeki yang udah dikasih Tuhan ke saya dan menyia-nyiakan perjuangan besar yang udah saya lakukan selama setahun ini. Apalagi menunda untuk suatu hal yang belum jelas (maksudnya jodoh kan beneran enggak ada yang tau kapan datangnya) untuk suatu hal yang sudah pasti di depan mata itu rasanya terdengar agak naif. Lagipula saya enggak menyangka persiapan untuk sekolah ini begitu lancar. Walaupun ada beberapa hambatan dan sempat mengalami masa - masa berat selama mempersiapkannya, tapi yaaa itu, Tuhan selalu memberikan kemudahan di setiap kesulitan yang saya temui. Mulai dari pembuatan proposal penelitian yang saya buat sendiri, mendapatkan beasiswa, sampai bahkan ketika ada perubahan dengan proposal penelitian saya dan universitas yang saya tuju sehingga harus merombak kembali dan mendaftar ulang lagi ke beberapa universitas, pada akhirnya saya tetap diberi kemudahan untuk kembali mendapatkan universitas dan profesor dalam waktu yang cukup singkat.
Bukan hanya bisa berpikir jernih kembali, saya jadi berbalik menertawakan diri saya sendiri begitu menyadari bahwa betapa bodohnya saya sudah terlalu memikirkan perkataan dan pendapat orang lain tentang suatu hal yang tidak mutlak, yang sebenarnya tergantung dengan pengalaman masing - masing orang, yang enggak bisa digeneralisir, yang bahkan mereka enggak mengerti kondisi saya sebenarnya seperti apa tetapi udah mencoba meramalkan masa depan saya. Diantara semua hal itu, satu kesalahan terbesar saya adalah sudah lebih mempercayai perkataan manusia dibandingkan dengan rencana-Nya. Padahal setiap sholat saya selalu berdoa untuk diberikan jodoh terbaik di waktu yang terbaik, dan juga dari awal saya mencoba untuk mengajukan beasiswa dan universitas, saya enggak pernah berhenti berdoa untuk dimudahkan jika memang yang terbaik bagi saya untuk melanjutkan studi S3 tahun ini, tetapi kalau ada jalan lain (termasuk urusan jodoh) yang lebih baik bagi saya, maka berikan kemudahan untuk melakukan jalan tersebut. Tetapi ternyata pikiran dan hati saya selama ini masih belum sepenuhnya sama dengan doa saya. Saya belum sepenuhnya yakin dengan jawaban dan rencana yang diberikan Tuhan. Dan mungkin itu yang menyebabkan hati saya selalu gusar beberapa saat ini. Sampai akhirnya saya benar - benar pasrah dengan semua rencana-Nya, saat itulah saya baru bisa merasa benar - benar tenang.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Al Baqarah: 216)
Tapi ternyata enggak semudah itu... Masalah lain yang muncul ketika saya mencoba untuk pasrah dan yakin kepada rencana Tuhan adalah saat mendengar berbagai komentar, pertanyaan, tanggapan yang datang dari orang - orang yang saya temui. Sehingga yang tadinya saya masih merasa santai dengan status saya sebagai perempuan yang masih single dan percaya diri untuk melanjutkan studi doktoral, kemudian berubah menjadi seseorang yang selalu merasa insecure and somehow, I could see myself as a pathetic person. Gimana enggak menyedihkan coba, beberapa bulan belakangan ini hingga minggu lalu, saya menjadi seseorang yang bukan diri saya dan melakukan hal - hal yang enggak pernah saya lakukan sebelumnya karena termakan rasa takut yang dikatakan orang - orang tentang kondisi saya saat ini: "enggak menikah karena menempuh pendidikan terlalu tinggi". Akhirnya saya pun terus kepikiran untuk mencari jodoh sebelum S3. Mulai dari kepikiran (untungnya baru kepikiran, belum sampai melakukan suatu tindakan!) untuk kembali ke orang yang jelas - jelas bertentangan dengan hati nurani dan akal pikiran saya; mencoba untuk mempertahankan hubungan yang sebenarnya saya udah tau bahwa hubungan tersebut enggak akan bisa berhasil hingga beribu kali saya mencoba; termakan dengan harapan palsu ketika orang - orang berniat mengenalkan saya dengan kerabat mereka (I mean, plis deh, selama ini saya aja enggak pernah mau dijodohin, tapi sekarang malah berharap buat dijodohin!); sangat berharap bahwa saya akan bertemu dengan jodoh saya ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan orang - orang dan lingkungan baru; hingga yang terakhir itu adalah akhirnya saya beneran jatuh hati *cieilah, Raisa banget nihhh* dengan seseorang yang baru beberapa hari ketemu tapi dari awal saya udah yakin banget sama dia dan bahkan udah berpikir jauh ke depan, tapi ternyata entah saya-nya aja yang terlalu geer atau orangnya yang terlalu narrow minded begitu mendengar saya mau studi S3 dalam waktu dekat, jadi ujung - ujungnya babay lagi. Enggak mau munafik, setelah itu saya sempat down banget dan merasa semakin desperate dengan diri saya. Merasa seolah - olah enggak ada yang mau sama saya gitu, loh! Hahaha. Padahal seumur - umur saya enggak pernah merasa seperti ini, bahkan sebelumnya pun saya cenderung yang enggak terlalu ribet untuk mikirin masalah jodoh dan nikah.
Mengalami berbagai kondisi tersebut, membuat saya sempat berpikir untuk menunda rencana S3 sampai saya sudah menikah atau setidaknya udah ada kepastian tentang jodoh. Saya jadi sempat males - malesan untuk melanjutkan aplikasi sekolah dan semangat untuk mencapai mimpi saya mendadak hilang. Setiap hari saya digeluti perasaan yang enggak menentu. Fokus saya pun lama kelamaan menjadi hilang. Tetapi yaa terkadang manusia memang perlu merasakan titik terbawahnya. Karena dengan meluapkan semua kesedihan dan kekesalan saya selama ini (dan pastinya juga kehendak Tuhan untuk kembali mengingatkan saya), saya baru bisa merasa lega dan berpikir jernih kembali. Disitu saya kembali berpikir... Kalau saya menunda lagi, ini sama aja dengan menolak rezeki yang udah dikasih Tuhan ke saya dan menyia-nyiakan perjuangan besar yang udah saya lakukan selama setahun ini. Apalagi menunda untuk suatu hal yang belum jelas (maksudnya jodoh kan beneran enggak ada yang tau kapan datangnya) untuk suatu hal yang sudah pasti di depan mata itu rasanya terdengar agak naif. Lagipula saya enggak menyangka persiapan untuk sekolah ini begitu lancar. Walaupun ada beberapa hambatan dan sempat mengalami masa - masa berat selama mempersiapkannya, tapi yaaa itu, Tuhan selalu memberikan kemudahan di setiap kesulitan yang saya temui. Mulai dari pembuatan proposal penelitian yang saya buat sendiri, mendapatkan beasiswa, sampai bahkan ketika ada perubahan dengan proposal penelitian saya dan universitas yang saya tuju sehingga harus merombak kembali dan mendaftar ulang lagi ke beberapa universitas, pada akhirnya saya tetap diberi kemudahan untuk kembali mendapatkan universitas dan profesor dalam waktu yang cukup singkat.
Bukan hanya bisa berpikir jernih kembali, saya jadi berbalik menertawakan diri saya sendiri begitu menyadari bahwa betapa bodohnya saya sudah terlalu memikirkan perkataan dan pendapat orang lain tentang suatu hal yang tidak mutlak, yang sebenarnya tergantung dengan pengalaman masing - masing orang, yang enggak bisa digeneralisir, yang bahkan mereka enggak mengerti kondisi saya sebenarnya seperti apa tetapi udah mencoba meramalkan masa depan saya. Diantara semua hal itu, satu kesalahan terbesar saya adalah sudah lebih mempercayai perkataan manusia dibandingkan dengan rencana-Nya. Padahal setiap sholat saya selalu berdoa untuk diberikan jodoh terbaik di waktu yang terbaik, dan juga dari awal saya mencoba untuk mengajukan beasiswa dan universitas, saya enggak pernah berhenti berdoa untuk dimudahkan jika memang yang terbaik bagi saya untuk melanjutkan studi S3 tahun ini, tetapi kalau ada jalan lain (termasuk urusan jodoh) yang lebih baik bagi saya, maka berikan kemudahan untuk melakukan jalan tersebut. Tetapi ternyata pikiran dan hati saya selama ini masih belum sepenuhnya sama dengan doa saya. Saya belum sepenuhnya yakin dengan jawaban dan rencana yang diberikan Tuhan. Dan mungkin itu yang menyebabkan hati saya selalu gusar beberapa saat ini. Sampai akhirnya saya benar - benar pasrah dengan semua rencana-Nya, saat itulah saya baru bisa merasa benar - benar tenang.
ΩَΨΉَΨ³َΩ Ψ£َΩ ΨͺُΨِΨ¨ُّΩΨ§ْ Ψ΄َΩْΨ¦Ψ§ً ΩَΩُΩَ Ψ΄َΨ±ٌّ ΩَّΩُΩ
ْ ΩَΨ§ΩΩّΩُ ΩَΨΉْΩَΩ
ُ ΩَΨ£َΩΨͺُΩ
ْ ΩΨ§َ ΨͺَΨΉْΩَΩ
ُΩΩَ
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Al Baqarah: 216)
Saya enggak tau sih kalian menangkap inti tulisan panjang lebar ini atau justru yang terlihat hanya curhatan saya doang hahaha. Tapi saya harap tulisan ini bisa memberikan sebuah pandangan lain tentang perempuan (khususnya yang masih belum menikah) yang ingin melanjutkan pendidikan doktor. Karena semakin kesini jadi beban tersendiri bagi saya ketika saya bilang akan melanjutkan studi S3. Saya semakin segan untuk mengatakan hal tersebut, terutama ke orang - orang baru. Bukan hanya saya takut akan mengecewakan mereka karena dari awal sudah memiliki ekspektasi tinggi ke saya (padahal kenyataannya saya enggak segitu hebatnya), saya juga takut mereka akan menjadi segan dengan saya karena anggapan mereka yang melihat saya "lebih" dari mereka. Karena pada dasarnya dari dulu saya enggak suka melihat gap ketika saya berteman, entah itu karena faktor kekayaan, jabatan, tingkat pendidikan, asal, dan lainnya. Makanya, saya pun sebisa mungkin enggak mau orang lain jadi seperti itu ke saya. Saya senang dihargai oleh orang lain, tapi saya enggak mau mereka jadi segan atau bahkan menjaga jarak dengan saya.
Sejujurnya, terlepas dari masalah jodoh, saya juga masih merasa takut buat menjalani kehidupan per-doktor-an ini. Enggak terbayang akan betapa stressnya jalan ini, enggak terbayang seberapa besar tantangan untuk mental, otak dan fisik saya dalam menghadapi beberapa tahun ke depan. Kadang saya takut juga sih saya akan menjadi seseorang yang berbeda atau bahkan sangat berbeda di beberapa tahun ke depan. Seperti seorang teman saya yang melontarkan candaannya, "Zu nanti jangan - jangan pas kita ketemu lagi, kamu udah berubah jadi enggak bisa diajak ngobrol santai, terus isi omongan kamu kebanyakan tentang teori - teori yang enggak bisa saya pahami". Awalnya saya tertawa mendengarnya, tapi kemudian berpikir lagi bahwa enggak ada sesuatu yang enggak mungkin terjadi. Selama ini saya selalu coba untuk menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan kiri saya supaya bisa tetap waras haha. Salah satunya dengan posting hal - hal menyenangkan dan enggak terlalu serius di blog maupun instagram saya. Maklum, kehidupan saya aslinya udah terlalu serius, begitu juga pribadi saya. Makanya nih, kalau nanti ke depannya saya mulai posting yang terlalu serius atau udah enggak seperti sekarang, tolong banget kasih tau saya dan ingetin saya hahaha. Karena saya tetap ingin menjadi saya yang seperti ini untuk ke depannya. Saya percaya bahwa seseorang yang berhasil menempuh gelar doktor enggak selalu nerdy dengan tipikal orang yang sangat kaku, berkacamata tebal (padahal sekarang minus mata saya udah tinggi, jangan sampai naik lagi hiks), enggak bisa diajak becanda, bacanya cuma buku - buku akademik, berpenampilan acak-acakan atau malah kelewat formal. Intinya, saya berharap dan yakin bahwa studi doktor ini tidak akan merubah diri saya baik fisik maupun kepribadian saya sebelumnya. Doakan yaaa! :)
Sejujurnya, terlepas dari masalah jodoh, saya juga masih merasa takut buat menjalani kehidupan per-doktor-an ini. Enggak terbayang akan betapa stressnya jalan ini, enggak terbayang seberapa besar tantangan untuk mental, otak dan fisik saya dalam menghadapi beberapa tahun ke depan. Kadang saya takut juga sih saya akan menjadi seseorang yang berbeda atau bahkan sangat berbeda di beberapa tahun ke depan. Seperti seorang teman saya yang melontarkan candaannya, "Zu nanti jangan - jangan pas kita ketemu lagi, kamu udah berubah jadi enggak bisa diajak ngobrol santai, terus isi omongan kamu kebanyakan tentang teori - teori yang enggak bisa saya pahami". Awalnya saya tertawa mendengarnya, tapi kemudian berpikir lagi bahwa enggak ada sesuatu yang enggak mungkin terjadi. Selama ini saya selalu coba untuk menyeimbangkan kemampuan otak kanan dan kiri saya supaya bisa tetap waras haha. Salah satunya dengan posting hal - hal menyenangkan dan enggak terlalu serius di blog maupun instagram saya. Maklum, kehidupan saya aslinya udah terlalu serius, begitu juga pribadi saya. Makanya nih, kalau nanti ke depannya saya mulai posting yang terlalu serius atau udah enggak seperti sekarang, tolong banget kasih tau saya dan ingetin saya hahaha. Karena saya tetap ingin menjadi saya yang seperti ini untuk ke depannya. Saya percaya bahwa seseorang yang berhasil menempuh gelar doktor enggak selalu nerdy dengan tipikal orang yang sangat kaku, berkacamata tebal (padahal sekarang minus mata saya udah tinggi, jangan sampai naik lagi hiks), enggak bisa diajak becanda, bacanya cuma buku - buku akademik, berpenampilan acak-acakan atau malah kelewat formal. Intinya, saya berharap dan yakin bahwa studi doktor ini tidak akan merubah diri saya baik fisik maupun kepribadian saya sebelumnya. Doakan yaaa! :)
Hi, Kak Zu ... Kakak orang Minang ya? Saya senang mengikuti setiap postingan Kakak di blog maupun instagram. Untuk postingan ini, saya menggarisbawahi tulisan Kakak yang ini :
ReplyDelete"Hanya saja, kadang masih ada beberapa hal yang enggak dipahami oleh mereka ketika menceritakan atau menasehati saya. Dan tanpa sadar, ucapan - ucapan mereka yang terdengar wajar tersebut lama kelamaan terdengar seperti cerita horor yang membuat saya takut dan ragu untuk mencapai mimpi saya."
Saya tidak menyangka, ucapan2 mereka membuat Kakak takut. Untuk masalah kepintaran seseorang, saya setuju dengan Kakak: tidak bisa diukur dengan tingkat pendidikannya. Tapi kenyataannya, banyak di luar sana yang melontarkan hal seperti itu. Ketika saya bilang ke teman-teman saya, setelah lulus S1, saya mau lanjut S2 dulu . Teman-teman saya langsung bilang, kalau S2 dulu sebelum menikah, ntar susah cari pasangan, cowok takut ngedeketin cewek yang udah S2. Saya tertawa, saya baru kepikiran buat S2 dan bahkan sekarang belum lulus S1, tapi berasa diwantiwanti dengan kata-kata itu. Lalu saya bilang, semua itu tergantung sikap kita, setinggi apapun pendidikan kita, tapi kalau kita gak memandang remeh pasangan kita dan tetap menghargainya walaupun pendidikannya di bawah kita, saya rasa gak akan ada rasa minder dalam diri cowok itu. Lagian cowok yang open minded, gak akan terganggu dengan hal itu.
Lalu, untuk kasus Kakak yang sempat berkenalan dengan someone beberapa hari, tapi Kakak harus mengucapkan babay kepadanya, saya rasa bukan karena Kakaknya yang kegeer-an atau cowoknya yang close minded, tapi saya pikir masalah kesiapan untuk mengikuti Kakak ke luar negeri setelah menikah nanti. Di sini Kakak butuh orang yang satu visi dan misi dengan Kakak.
Akhir kata dari omongan saya yang gaje dan terkesan sok pintar ini (hehe), lanjutkan mimpimu, Kak! :-)
Btw, Kak Zu 24th, udah mau S3, masuk SDnya cepat ya / pernah ikut kelas akselerasi?
Hallo Nelvi (bener kan yaa? hehe). Sebelumnya makasiih yaa udah baca blog sama liat instagram aku. I really appreciate it! hehe. Waah sama banget pengalaman dan pikiran kita! Bener banget itu, harusnya kalau dari kita sikapnya santai2 aja, tingkat pendidikan itu enggak jadi masalah kan yaa. Tapi sayangnya terutama di masyarakat kita, kayanya masih susah untuk menerima pemikiran seperti itu :(
DeleteHahaha.. iyaa sebenernya dari akal pikiran paling sehatku, aku juga merasa "orang itu" bukannya narrow minded, tapi hanya melakukan suatu hal yang sangat wajar dilakukan oleh orang pada umumnya ketika menghadapi kondisi seperti aku saat ini. Oh iyaa, tepatt seperti tebakan kamu, aku ini ada keturunan Minang dan dulu sekolahnya kecepetan alias 4,5 tahun udah dimasukkin SD :))
Makasih yaa Nelvi!! Kamu juga tetap semangat buat lanjut S2 dan mimpi - mimpimu lainnya yaaa :D
Ozu, semangat! Semoga lancar-lancar yaaa sekolah dan juga masalah jodoh2annya :D:D
ReplyDeleteDoakan aku segera menyusul, ketunda terus juga nih rencana sekolahkuu. huhu :(
Aaaa Miraaa makasih yaa. Aamiiiin!
DeletePasti aku doain supaya kamu segera menyusul buat sekolah juga yaa. Semangat Miraa! :D
hmm rumit juga kalau dipikir ya. hehe
ReplyDeletebtw aku S1. suamiku lulusan SMK. kenapa dia ga 'takut' jadi pasanganku ya? heuheu
selama ini kami ngobrol nyambung2 aja. benar bahwa kepintaran/kecerdasan ga bs diukur dr gelar.
tapi ternyata..
saat aku merasa S1 itu biasa dan ga spesial, bagi dia enggak. krn dia ga punya gelar itu, maka dia menganggap jd sarjana adlh istimewa.
apa sih inti komen aku ini? haha
intinya adalah jodoh sdah ditentukan kapan dan siapanya. we have plan and God has the masterplan. just do it.
Halo mbaa.
DeleteWah beruntung yaa punya suami yang bisa menerima dan mendukung mbak. Itu tuh baru pasangan yang hebat, karena kalian bisa saling support keputusan dan kondisi satu sama lain :D
Makasih yaa mbaa buat advice nya. I just couldnt agree more with you!
Hi mbak,
DeleteAku nyasar ke blog nya pas lagi googling dengan keywords: "Susahnya Phd"
Hahahaha.. Karena aku ada rencana mau lanjut ambil program doktoral yang entah kapan dan di mana. Insya Allah ada rejeki dan ada jalan.
Kemudian aku baca tulisan kamu:
"Sebenarnya saya masih bingung sih sama orang yang bilang kalau laki - laki takut sama perempuan yang udah melanjutkan studi doktoral. Alasannya karena mereka takut dengan perempuan yang terlalu pintar. "
Dulu aku juga pikir gitu, sampai aku ketemu dengan calon suamiku yang sangat support aku untuk lanjut S3 bahkan katanya kalau bisa aku jadi Profesor, dengan syarat aku harus bisa seimbang antara keluarga dan sekolah. Hihihi..
Padahal dia lulusan S1 dan 'belum dapat ilham' untuk lanjut sekolah lagi, tapi dia termasuk orang yang percaya bahwa perempuan dengan pendidikan yang baik akan menciptakan generasi yang hebat.
Sungguh jalan Allah tidak pernah salah..
Intinya disini, jangan khawatir untuk urusan jodoh.. Yakin saja, Allah sudah menyiapkan untuk kita sesorang yang 'sepadan' dengan kita yang akan menjadi jodoh kita. Sepadan disini yang penting adalah pola pikir dan value hidup. Embel-embel yang lainnya (menurut aku) hanya tambahan dan bonus.
Semangat yaa..
Semangattt mbak. kita punya Allah yang Maha mengatur Skenario dg sangat baik :))
ReplyDeleteTerima kasih mbaaa! Iyaa benar sekalii, aku pun sangat percaya dengan Skenario-Nya :D
DeleteHalo Nazura. Aku suka baca tulisan2 kamu. Semangat ya untuk S3nya, gak semua orang punya kesempatan yg sama seperti kamu, jd disyukuri aja. Mau orang ngomong apa, biarin aja, itu artinya mereka perhatian sama kamu. Tenang aja, jodoh diatur Tuhan, rencanaNya selalu lebih indah dari rencana kita. Aku doain kamu sukses kuliahnya ya, lancar2. Aku tunggu tulisan2 kamu. Gambaru!
ReplyDeleteHalo mba Ignas Ona (btw, namanya lucu banget! hehe). Makasihhh ya mba udah meluangkan waktu buat baca2 tulisan aku hehe. Iyaa mbaak, sekarang aku udah menerima semua masukan dan perkataan orang2 dengan hati yang lapang *tsaaah* dan percaya sepenuhnya dengan semua rencana-Nya :D
DeleteTerima kasih sekali lagiii mba udah diingatkan dan bahkan didoain. Suksesss juga buat mba Ignas yaaa! :')
Dear Kak Nazu. Normally I m a silent reader, tapi buat yang ini aku kepingin komen. hehe
ReplyDeleteSama! Toss dulu! haha. Aku 23 tahun, lagi second year master di Belanda, lulus nanti aku umur 24. Dan orang2 rumah udah rajin nelponin bilang cepet lulus, pulang dan jangan coba2 langsung lanjut S3. Sometimes people just don't understand how difficult a human being can be. Even for two people that love each other, marriage is not as simple as we want to buy a new clothes, that we want it, we go to the store and we get it. No! And pushing them just will be another depressant. But I do believe that a true love should be simple, if it is not simple, it is not true love, or not yet. There will be the right time for the right person, as you mentioned in the prayer. Dan satu lagi, selama aku baca blog ka Nazu, I think you are a very special girl, and I am sure inshaaAllah there will be somebody very special is meant for you. jadi tetap semangat ya kak! semoga dilancarkan semua urusannya! ;)
Halo Zahrina. Waah, serunya yang lagi kuliah di Belanda :D
DeleteEh iyaa, sama banget! aku juga dulu pas master udah sempet diwanti-wanti pulang dulu dan enggak boleh langsung lanjut S3.. tapi yaa itulah namanya juga jodoh enggak ada yang tau yaa. Mau pulang dulu atau langsung lanjut, enggak menjamin bisa dapet jodoh cepet juga X))
Anyway, I don't have the words to thank you enough for all your statement that has just brighten up my day! Terima kasih Zahrinaaa! Kamu juga yaa, semoga dilancarkan kuliahnya dan setiap urusan kamu :)
kak! i believe that good person is only for good person and all the way around dan pastinya that one special person for you isn't somebody you can meet 'on the street' when you really are not just an ordinary person. just like Amal Alamuddin & George Clooney! :) she's not an ordinary women, so the one who came to her isn't an ordinary men too! i believe, again, no such thing like "nanti cowok takut kalo ceweknya terlalu pintar" because it is sooo yesterday kaak! malah aku amazed banget lihat kakak yang selalu curious dan ga pernah capek untuk belajar... :")
ReplyDeleteso, tetap semangat yaa kak dan semoga Allah selalu melancarkan urusan kuliah dan the other half nya hehe
Nerissaaa! Sometimes I found it's so unfair, you're so young but your great and wise thoughts almost always make me speechless :') Anyway, thank you very berry much for cheering me up! Berhasil lohh buat aku senyam-senyum sendiri pas bacanya, terutama bagian Amal Alamuddin & George Clooney. Kaya berasa disamain kaya Amal gituu *padahal aku tau maksud kamu pasti bukan gitu, hahahaha* :)))
DeleteThe same prayer goes to youuu! I wish you all the luck and greater things to come in life :)
haiii....
ReplyDeletehahahhaha...
that's why lidah lebih tajam drpd pedang.. ak ngalamin kok. kebiasaan org kita sih kyk gitu. ngapain sih perempuan sekolah tinggi2 kawin sanah. noh liat tuh si a dah kawin. si b anak dah 2. si c dah ini dah itu. dan km kerjaannyacuman kelayapan ksana kemari. nah ini lagi mau sekolah. mana ada cwok nanti yg mau sama km. cwek kok sukanya kelayapan. sdh cukup jadi sarjana aja. gak usah ketinggian, nanti gak ada cwok mau sama km.
*jawabnya gak pake kata2 senyum ajah*
*pedahal sesekali nangis galau gara2 omongan orang yg PASTINYA mereka gak tau apa latar belakang qt suka traveling dan pengen sekolah sekolah dan sekolah*
beneran deh. ak galau banget denger omongan org. meskipun ak hrs tetep sok kuat menghadapi omongan. ;(
sorry curhat yak akunya hahhahhahahahha
jadi begini menurut pandangan aku. semua org berjalan atas takdir. dan takdir itu semua bertujuan. metamorfosis bukan hanya sekedar berubah bentuk. dan adaptasi bukan sekedar menyesuaiakan diri.
semua org akan berada pada fasenya sendiri-sendiri. contohnya semua anak gadis usia 24 tahun tidak selalu mereka udah lulus kulih dan udah pada persiapan nikah semua.
ada gadis usia 24 tahun, msh harus berkutat dengan sekripsyen alias skripsi bukan karena dy malas kuliah. tapi ada hal lain yang dy harus lakukan dan mengesampingkan kuliahnya. orang tuanya sakit dan sdh lanjut usia. dy prioritaskan merawat orang tuanya dulu kemudian kuliahnya.
ada gadis usia 24 tahun yang dy sudah menikah karena org tuanya tdk mampu mebiayai kuliahnya.
ada gadis usia 24 tahun sdh selesai kulaih, sdh bekerja namun blm menikah karena jodoh belum datang.
ada gadis usia 24 tahun sdh lulus s2, sdh menikah, sdh punya anak.
well,
wanita mana yang tidak ingin menikah, wanita mana yang tak ingin membina rumah tangga. tapi kembali lagi, si gadis usia 24 tahun ini tak semua berada pada fase yang sama. yang harus si gadis lakukan hanyalah bersyukur, atas nikmat tuhan yang selalu menguatkan dy mencapai fase fasenya. dan terus berjalan menghadapi hidup yang setiap hari memaksa kita untuk selalu bergerak maju meskipun kita diam.
bersyukur dan dinikmati apa yang sedang kita miliki saat ini. bukankah hidup ini adalah tentang menunggu, menunggu jodoh, menunggu rezeki, dan menunggu mati.
sekarang blm ketemu jodoh, bearti allah menyuruh kita untuk terus menjalin silaturahmi, menikmati hidup kita. menikmati waktu dengan orang tua. menikmati waktu dengan teman. menikmati waktu dengan-Nya juga.
dan siapa tau dengan kita pergi kesuatu tempat entah kulaih ato traveling,trus dsana ketemu jodoh. hahahhaha
Allah maha baik. Allah penentu masa depan hambanya.
yang membuat kita "menjadi kita" saat ini bukan sematamata karena omongan orang, tapi karena Allah dan karena langkah kita yg didasari niat bahwa semua yang akulakukan semoga baik untukku,tidak merugikan orang lain dan semoga dinilai ibadah.
semngat yah kamu. semangat :))
Haloo mba! waah., aku kayanya punya teman senasib seperjuangan nih :') bener banget apa yang mba bilang, sebenarnya umur itu enggak selalu jadi patokkan buat nikah ya.. semua balik lagi ke prioritas kita masing - masing buat menjalani hidup. jadi enggak perlu compare kondisi kita dengan kondisi orang lain yang seusia dengan kita :D
Deletesekarang sih aku udah bener - bener percayain aja semuanya ke Allah dan hasilnya, aku sangat menikmati waktu aku sekarang as a single lady hehe.
makasih buat sharingnya ya mbaa.mari sama - sama semangat kitaaa :D
hai mba nazura, salam semangat untuk melanjutkan pendidikannya. selamat mensyukuri rezeki pendidikan s3nya, semoga rezeki yang lain utamanya jodoh mengikuti. :D
ReplyDeletehalo mba vidyah! aamiin aamiin ya Rabb. terima kasihh buat semangat dan doanya yaa! kamu juga semangat selalu dalam setiap urusan yang dijalani :D
DeleteHi :)
ReplyDeleteSalam kenal. Saya ga pernah paham kenapa laki-laki suka insecure sama perempuan yang sekolah terus ahahaha.. memang sih, gelar akademik itu tidak selalu berbanding lurus dengan kecerdasan seseorang, tapii.. kalau sekolah itu ibarat gerbangnya ilmu, bukankah harusnya setiap perempuan itu kalau bisa sekolah setinggi-tingginya ya? Malah kalau bisa wajib. Karena nanti mostly.. sebagian besar dari kita akan jadi ibu.. dan jadi ibu itu harus pintar, harus punya wawasan yang banyak, karena nanti dia akan bertanggung jawab untuk ngurus dan mendidik anak-anaknya.. lalu kenapa insecure? Kok jadi sedih ya baca tulisan ini hahahaa.. terutama karena saya pun mengalaminya. Saya masih inget, serunya ketika propose topik-topik penelitian tentang hal yang kita suka, lalu cari penguji yang pintar-pintar yang kadang bikin kita "What? Kok ni orang canggih banget otaknya??? Akku minderrr", lalu brainstorm sambil ngopi-ngopi, new knowledge, new books, new friends... ah kangen banget sekolah. Anyway, good luck ya untuk S3 nya! Semoga nanti pas wisuda sudah ada pendampingnya :)
Salam,
Galuh
Master komunikasi yang pingin ambil doktor
Bukan master percintaan apalagi pernikahan.
Halo Galuh! Salam kenal juga yaa. Seneng dehh punya temen senasib seperjuangan! :))
DeleteReading your comments have reminded me again tentang satu hal yang sempat ingin aku tulis juga di postingan ini, tapi kemudian enggak jadi karena akan terlalu panjang postingannya *secara yang ini aja udah panjang banget kaan, hehe*. And it's all about gender inequality! Sebenernya secara enggak langsung we know that we've still got some issues tentang perbedaan 'hak' perempuan dan laki - laki tentang pendidikan tinggi. Kenapa kalau cowok sampai S3 terkesan keren, tapi kalau cewe S2 malah terkesan 'menakutkan'. Padahal seperti yang kamu bilang, disini perempuan juga punya peran sangat penting dalam mendidik anak - anaknya nanti dan menjadi role model buat mereka supaya bisa semangat menempuh pendidikan mereka juga. Dan sayangnya masih banyak orang yang enggak menyadari hal - hal ini :(
Anyway, makasihhh buat comment, doa dan semangatnyaa! Kamu juga semangatt yaa merealisasikan rencana melanjutkan doktor-nyaa! semoga bisa segera lulus master percintaan dan pernikahan jugaa :D
Ozuuu, semangat! I admire you, for all things you do and now, pursuing a PhD. Seriously cool banget Zu. Agak sedih di sini masih banyak yang berpikiran pendidikan tinggi untuk perempuan bisa jadi 'deal breaker' untuk masalah jodoh dan pernikahan. Padahal kan jodoh udah ada yang ngatur, and everyone deserves to chase their dreams and do what makes them happy, to be the best version of themselves. And I personally believe a wise guy would feel proud (and maybe challenged to be as good) to be with a smart and powerful lady, instead of being intimidated. Keep doing what you're doing Zu, and don't worry too much :)
ReplyDeleteAaaa Dixie, thanks a lot for all your support and wise words! Iya bangeet, setelah dipikir- pikir lagi it's a bit naive to give up our dreams for something that is actually beyond our capabilities. Makasiih banyak sekali lagi ya Dix for reminding me of those things that I almost forgot :)
DeleteHalo, kak Nazu!
ReplyDeleteSetelah sekian lama terus menerus baca blog kakak sampai hari ini memutuskan untuk nerusin baca, dan ketemu postingan ini yang bikin kepengen komen hehe.
Thanks to you, aku semakin mantap dengan pilihanku untuk nerusin ke S2 nanti setelah lulus. Aku selalu dikomen "mending kerja dulu baru S2" "kamu harus kerja seenggaknya setahun sebelum kuliah lagi" daaaaaaan komentar yang sama dan sangat biasa "nanti susah cari pasangan". Untuk komentar terakhir aku belum terlalu peduli juga haha, tapi sempat kemakan sama komen-komen sebelumnya. We have something in common, kak. Aku kepengen jadi dosen juga dan itu salah satu alasan aku kenapa pengen lanjut S2 dan ternyata baca postingan kakak ini lebih menyenangkan dan membuka pikiran lebar-lebar (galaunya yang pengen S2 dengan yang pengen S3 ternyata sama hehehe) ketimbang bahkan temen atau orang tua ku sendiri.
Tetap semangat ya, kak, I'll keep waiting for your another inspiring updates or your story from the other side of the world.
Halo Kendiszaaa! sebelumnya makasih yaa udah terus baca blog aku :3
DeleteNaah iya banget tuh, aku juga sempat ngerasain pas dulu mau ambil S2 ada beberapa komen yang bikin aku jadi ragu buat kuliah lagi, salah satunya terkait pekerjaan. Padahal kan sebenarnya itu kembali ke preferensi masing - masing orang, toh setiap orang punya prioritas dan mimpi yang berbeda juga kaan.
Waaah, alhamdulillah banget kalo postingan aku ini bisa bermanfaat, aku awalnya takut yang baca ini malah nangkepnya cuma bagian curhatnya aku doang hahaha.
Kamu juga tetap semangat yaa Kendisza! semoga lancar kuliahnya, cepet lulus, bisa segera lanjut S2 (dan S3 mungkin? hehe), dan bisa tercapai mimpinya jadi dosen :D
Terharu baca posting ini..
ReplyDeleteSekaligus iri .. q S1 aja blm lulus lulus... kak zu udh mau S3 he..
Tetap semangat yaa.. jodoh pasti bertemu d waktu yang tepat..
Salam knl kak.. q dr kalimantan.
Baru ketemu blog ini. Suka bngt dgn isinya..
mksh sdah berbagi
Halo Ahlal! salam kenal jugaa. Makasihh sudah baca blog saya :)
DeleteAamiin buat doanya yaa. Kamu juga tetap semangat supaya segera lulus S1 nya dan bisa mencapai mimpi - mimpi kamu yang lain :D
halo Nindy! Makasih yaa udah baca blog aku :D
ReplyDeletehahhaa iya nih, I was worried too much tentang perkataan orang lain tentang keputusan aku ini. tapi insya Allah sekarang aku udah enggak peduliin apa pikiran dan tanggapan orang - orang kook. btw, entah kenapa aku ketawa tapi suka pas baca quote kamu ini "lebih baik menjadi jomblo elegan yang memperbaiki diri terus selama penantian daripada pacaran gak jelas" :))
Sekali lagi makasih yaaa, sukses buat skripsinya. semoga segera lulus dan mendapat hasil yang memuaskan :D
Kak Ozuu, biasanya aku jadi silent reader doang, tp yang ini pengen banget komen untuk nyemangatin.. semangat yaa Kakk, hebat banget!!! aku percaya bahwa setiap orang dimudahkan untuk melakukan sesuatu yang memang untuknya, jadi kalau sekarang ini dimudahkan untuk sekolah yang semangat ya kak jalaninnya, semoga lancar2... Allah always has perfect timing for everything, semangat kaaak :)
ReplyDeleteKyaaa Tariiii, makasih banyaakk yaa buat semangatnyaa! Terharuuu bacanyaa :') I
Deleteya Insya Allah sekarang aku udah yakin banget kalo Allah punya rencana yang lebih baik, dan semuanya akan lebih baik di waktu yang terbaik. Semangat juga buat kamu yaa Tariii. Kiss kisssss! :*
@Nazura..kita punya kisah yang kurang lebih sama, setelah lulus S1 saya langsung melanjutkan studi S2 dan sekarang saya berprofesi sebagai seorang Dosen di salah satu PTN...pun sembari saya studi S2 sampai diterima sbagai PNS saya tetap berikhtiar mencari jodoh, namun yang saya temui malah saya belum berjodoh dengan mreka, sampai teman2 Dosen senior menyarankan agar lebih baik sekolah S3 dulu mumpung masih single cz nanti klu sudah menikah pasti smkin berat dan banyak pertimbangan apalagi klu sudah punya anak cz S3 itu berat...dan saya berkeyakinan bahwa seperti yg dikatakan oleh guru ngaji saya bahwa jodoh, rizki dan maut itu mutlak urusan Allah dan tidak bisa dipercepat dan ditunda...yakin bahwa ketika kita meniatkan untuk selalu memanfaatkan waktu yg kita miliki untuk kebaikan maka Allah akan mencatat setiap keringat kita dan menghadirkan yang terbaik buat hidup kita...sukses selalu...fastabikhul khoirot!!! Bisa jadi jodohmu terselip di antara rekan sejawatmu ketika kamu kuliah nanti...karena kita g pernah tau waktu yg tepat bagi Allah itu kapan dan dimanaπ
ReplyDeleteHalo mba Indriaa! Wah agak mirip yaa cerita kitaa. Tapi sekarang insya Allah aku udah bener2 tawakkal sih sama Allah.. aku percaya sama rencana-Nya yang terbaik dan makanya sekarang udah enggak galau - galau lagi hehehe. Semoga mba juga merasakan hal yang sama yaa. Insya Allah kita diberikan kemudahan ya mbaa dan diberikan jodoh terbaik di waktu terbaik :)
DeleteSalam kenal juga dari saya yang menunggu 3 tahun selepas lulus master krn disuruh pulang oleh orang tua :D (saya juga ga seberani mbak2)
DeleteSaya doakan studi mbak2 sekalian sukses n segera bertemu dg jodoh :D
Iyahh Insya Allah Ψ’Ω ΩΩَ...Ψ’Ω ΩΩَ... ΩَΨ§Ψ±َ Ψ¨َّΨ§ΩΨΉَΩΩΩΨ§ΩَΩ ِΩْΩ
ReplyDeleteHello Kak :) aku baru aja jd pembaca blog kakak & pengen bgt comment pas baca ini .. Hehehe
ReplyDeleteSemangat kak buat S3nya biar bisa mendukung buat jadi pengajar yg jauh lebih baik lagiiii.. Hehehe
Sharing aja sih kak .. Aku pny dosen & masih muda tp udh lulus S3 (dia cerita org2 pada shock kalo denger dia udh S3 abis msh muda d kira dia udh tua gara2 gelarnya :( ) tp sejauh ini dia salah 1 dosen terbaik yg pernah ngajar aku *yeay!* Jauh dr kesan nerd / ngeribetin mahasiswanya dgn teori, malah dia asik bgt! Asik buat ngobrol, buat ngajar, buat tuker pendapat, buat curcol:p jd kalo niat S3 & sudah dimudahkan jalani dgn semangat kakkk hehehe .. Kalo jodoh kan Tuhan bakal kasih di waktu yg tepat di saat yg tepat di tmpt yg tepat (?) hehehe
Intinya sih tetap semangat jalani S3nya biar sukses & lancar selalu (Amin!) Tuhan berkati kak! Tetap memberi tulisan2 yg menyenangkan:D
Hallooo! makasih yaa buat semangat dan sharing ceritanyaa. semoga ajaa nanti aku bisa jadi kaya dosen muda kamu yang dianggap menyenangkan sama mahasiswanya hehehe. aamiin buat semua doanyaa. sukses juga buat kamu yaaa :D
DeleteHi mbak Nazura,
ReplyDeleteSebelumnya maaf saya komentar tanpa identitas nih. anggep aja nama saya Budi. Saya mau sedikit curhat dan berbagi. Saya seorang lelaki yang menjalani pertemanan cukup lama dengan seorang seperti mbak, masih muda tapi sudah mau berangkat S3 ke luar negeri, studi S2 juga diselesaikan dengan baik di luar negeri juga. Udah sejak lama mbak, saya mengagumi dia, sebut saja Violet. Dulu kami kenal ketika kami sama-sama bekerja di suatu perusahaan, saya waktu itu masih anak magang mbak. Saya sempat mengutarakan perasaan sama dia, tapi jelas saya ditolak, mungkin karena saya tidak cukup dewasa pada saat itu, mungkin juga secara pendidikan saya belum lulus S1 sehingga untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis dengan wanita yang lebih tua terkesan hanya main-main (padahal usia kami cuman beda setahun), namun saya lebih menyalahkan diri sendiri karena memang belum cukup matang, akhirnya saya memutuskan untuk tidak mengenalnya dulu sampai saya berhasil lulus. Kami terpisah dan tidak pernah kontak sama sekali, sampai suatu saat ketika saya sudah menyelesaikan S1 dan baru mulai mencari pekerjaan, dia mengontak saya kembali, saya sangat senang dan berusaha melupakan masa lalu dan mencoba berpikir lebih dewasa, namun tidak lama setelah itu kami harus berpisah kembali karena dia harus melanjutkan pendidikan S2 di Eropa selama 2 tahun,sejak saya mengenalnya daridulu sampai sekarang saya tahu, ia pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria tapi selalu gagal, entah apa yang ada dipikirannya. Kami tetap kontak selama ia studi disana ngobrol tentang apa saja dan bertukar pikiran serta imajinasi, akhirnya kami memang memutuskan menjadi seorang teman saja karena saya juga teringat dengan kata-katanya dahulu: "kalau kita berteman, kita bisa jalan bareng terus seperti ini." Sekarang saya cukup nyaman dengan berteman, sebentar lagi ia akan segera melanjutkan studi S3 yang akan memakan waktu lama, beberapa waktu lalu kami sudah cukup melakukan pertemuan, bersenda gurau, curhat dan membicarakan tentang apa saja. Sekarang sebagai teman yang baik saya hanya bisa mendukung niat baiknya saja karena cita-citanya mulia. Dengan membaca tulisan mbak ini, saya jadi tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan, beban dan rintangan apa saja yang ada. walaupun saya hanya lulusan S1 saya tidak pernah takut untuk menjalani hubungan serius dari wanita kelas manapun, saya menganggap status pendidikan hanyalah embel-embel industri. Kita sebagai manusia terkotak-kotakan meniru prinsip industri, bagi mereka kita hanya ternak yang dicap unggul atau tidak melalu sertifikasi. Padahal kualitas manusia itu ditentukan dari bagaimana cara kita menghadapi berbagai persoalan. Memang bagi kebanyakan pria berat menjalani hubungan dengan wanita yang pendidikannya lebih tinggi, bukan soal lebih pintar atau tidak, terkadang wanita lebih sering menuntut pria karena sistem, lingkungan dan pola pikirnya sudah jauh lebih berbeda ketika ia jauh lebih aktual. Saya hidup dengan orangtua yang pendidikannya jauh berbeda, Ibu S3 dan ayah D3. Ibu saya punya cakupan koneksi dan pola pikir yang lebih luas sedangkan ayah tidak terlalu, ibu selalu menuntut ayah seperti dirinya sehingga sangat rentan timbul konflik. Sebaik-baiknya pencapaian kita, suatu saat nanti kita harus kembali pada prinsip berpikir yang manusiawi, dengan menjalankan peran dan kewajibannya masing-masing sehingga harmonisasi tetap berjalan semestinya. Semoga mbak bisa mempertimbangkannya, saya juga gak mau kalah ah, mau bisa lanjut S2 sampe S10 kalo perlu hehehe.. tuntutan jaman sekarang jauh lebih gila, saya yakin apabila kita berpikir secara manusiawi rintangan apapun akan dengan mudah sirna. Selamat berjuang mbak, dan tetap kembali kepada kondratnya sebagai ibu, madrasah pertama bagi anak-anaknya, generasi penerusnya. saya setuju wanita harus pintar tapi tetap kembali ke kodratnya dan juga menghormati suami. Wanita bagi kami para pria adalah rumah sesungguhnya, dan kami berjuang, rela berkorban apapun. semoga ketemu jodohnya yang pantas!
Halo mas Budi! Wah saya speechless setelah baca komentar mas, hehe. Benar juga sih mas, memang perbedaan pendidikan jadinya juga mempengaruhi perbedaan pola pikir dan akhirnya bisa menyebabkan perbedaan di aspek kehidupan lainnya. Saya juga setuju kok kalo setinggi apapun pendidikan seorang perempuan, tetap harus menghormati suaminya, dan begitu pula sebaliknya. Namanya pasangan mah harus saling menghargai dan menghormati kaan supaya bisa jalan terus hehe. Nuhun doanya mas, semoga mas juga bisa ketemu dengan jodoh terbaiknya yaa :D
DeletePada dasarnya laki laki itu bukan minder, tapi lebih tepatnya MALAS mendekati, knp MALAS? Karena mungkin saja mereka berkaca dari pengalaman (entah diri sendiri, ataupun teman temannya), berpacaran dengan wanita yang lebih tinggi status pendidikannya daripada si LELAKI. Menjadi gunjingan orang, laki2 merasa ngga dihargai, etc. memang ngga semua perempuan seperti itu, namun perlu diiingat laki2 juga punya batas waktu, ngga mungkin mereka satu2 pacarin anak orang untuk mengetahui apa cita2 / keinginan wanita tersebut....it's impossible.
ReplyDeleteKita tidak bisa menyalahkan bahwa laki2 MINDER itu ngga gentle, etc. Ya itu hak dia lah, mengapa kita seaakan mengharuskan dia untuk "ngga minder"? it's their choice, you can't force them to change their perspective just because of YOU. No you can't. Never thinking about it.
Sudah menjadi fitrah laki2 menyukai perempuan yang maksimal dilevelnya / lebih banyak di bawahnya, itu karena udah FITRAH nya laki2 seperti itu. Dan kalo ada yang bilang lak2i itu DANGKAL, itu bener kok. Gw sebagai LAKI2 NGGA AKAN defend pernyataan itu, KARENA memang ada penelitian ilmiahnya sih. Jadi gw yang dulunya ngga percaya jadi percaya, setelah baca2.
Salute for laki2 yang ngga minder, gw sebagai laki2 merasa gentle mengakui mereka2 memang hebat. But it's only let's say 10% (i don't know the right number for sure). But it's too little.
Tapi apakah perempuan harus menghentikan langkahnya? absolutely NO. You have your own life, your own dreams, etc. just pursue it. Jika belum ada laki2 yang "berani" mendekati, tawakkal saja sama Allah.
Semangat mbak Nazura....Allah may bless you.
Salam untuk keluarga Minang dari suku Batak.
Hi Mbak Nazura,
ReplyDeleteMelihat postingan ini saya jadi ngerasa tergugah. Hal yang sama (kebetulan) dialami oleh saya juga, yang saat ini sedang dilema menghadapi persoalan ini. Jadi membaca postingan ini sekaligus membuka pikiran saya juga.
Hanya saja kasus saya berbeda dengan Mbak, saya lebih dulu dianjurkan untuk kerja. Saat saya meneruskan S2, niat saya juga sebetulnya untuk menjadi dosen, dan saya berencana untuk melanjutkan S3 kalau saya dapat kesempatan. Namun berbagai hal saya alami dan sempat membuat saya berpikir alangkah baiknya jika saya mencoba mencari pengalaman terlebih dulu, karena di bidang studi yang saya geluti, saya mendapati bahwa saya tidak bisa begitu saja memberi pengajaran tanpa saya memiliki pengalaman di dalamnya. Atau minimal saya cukup tahu seluk beluk yang saya minati. Saya sendiri saat ini insyaallah menjalani semester terakhir di bidang keamanan informasi, dengan peminatan risk management. Suatu bidang yang menurut saya harus coba saya geluti dengan bekerja di industri.
Saya orangnya plin plan Mbak, jadi sebetulnya saya sudah tahu apa yang ingin saya lakukan sebelum lanjut S3. Saya mau cari pengalaman dulu. Namun dosen saya menawarkan untuk membantu saya mendapat rekomendasi dari rektor dan profesor universitas tertentu agar saya bisa langsung lanjut S3. Saya galau, karena ini kesempatan yang belum tentu datang dua kali. Meskipun sebetulnya kemungkinan saya diterima juga tidak 100%. Tapi dengan adanya pertolongan semacam ini pun saya sudah sangat bersyukur.
Yang jadi masalah adalah orangtua yang menginginkan saya untuk bekerja terlebih dahulu, mapan dulu sebelum S3. Mungkin malah saya juga bakal ditodong masalah nikah, hehe. Usia saya kurang lebih sama kayak Mbak Nazura, jadi saya ngerti banget rasanya galau belum ketemu jodoh. Ini juga yang sempat jadi pertimbangan saya menunda S3.
Maaf ya Mbak, kalau saya malah jadi curhat. Saya bingung mau bicara sama siapa, hehe. Bertanya pada banyak orang nggak membuat saya dapet pencerahan, justru karena ada banyak pendapat yang "menekan" saya untuk berpikir, bahkan kecenderungan "meminta" saya untuk melakukan sesuai ekspetasi umum inilah yang membuat saya tertekan. Jadi membaca pengalaman Mbak benar benar membuka mata saya, meskipun saya masih belum tahu apa yang ingin saya lakukan. Saya masih fokus menyelesaikan tesis :)
Akhir kata, saya doakan semoga Mbak dikuatkan dan bisa menjalani S3 dengan baik, dan insyaallah Mbak juga bisa mendapat jodoh yang baik pula. Allah akan menolong hamba-Nya yang sabar dan tawakal :)
Halo Mbak,Aku kaget banget waktu baca cerita kamu Mau Lanjut s3 di Umur 24 tahun..Aku malah ngerasa kamu Hebat loh..
ReplyDeleteAKu pikir Kalo Kita Terus dengerin omongan orang Ga bakalan kelar lah impian impian yg Mau Kita capai.
Aku juga punya pengalaman yang Hampir Sama Saat Mau Lanjut ke s2 banyak banget cerita horor seputar jodoh yang bakalan sulit datang,Tapi Aku sih Ga perduli karena Aku pikir Kita hidup di zaman yg berbeda Dimana utk menjadi seorang ibu saja Kita harus punya dasar pendidikan yg Cukup buat ngedidik anak Kita.Ga perlu lah muluk muluk Mau ini itu.
Dengan menjalani pendidikan tinggi kan diharapkan Kita mampu menyelesaikan problem Kita lebih baik lagi dalam Hal apapun.
Tetap Semangat deh Mbak krna Kita Ga tau jodoh Kita Dimana,bisa aja kamu ketemu jdoh kamu Saat kamu lagi sekolah s3 kayak temen Ku .
sy jg mengalami yg mbak rasakan, meskipun posisi sy msh (hampir lulus) s2, sudah bekerja, usia 26 tahun, tanpa calon suami.
ReplyDeleteberat sekali menghadapi tekanan sosial, tapi yang justru makin menyakitkan karena tekanan tsb datang dr orang-orang terdekat, spt orang tua, kakak adik, sahabat, teman, dan justru ini yang membuat sy berada di berada di titik terendah kepercayaan diri sy
realitas kehidupan memang seperti itu...
ReplyDeletewanita umur 20 tahun ..memilih pasangan yg tampan.. mapan.pedidikan.terhormat.tanggung jawab.dsb
wanita 30tahun belum nikah akan memilih pasangan mapan dan tanggung jawab
wanita 40 tahun belum nikah akan menerima siapa saja...
mbak anda jangan terpengaruh dg omongan orang2 di sekitar anda yg membuat anda khawatir..mungkin mereka salah..
ReplyDeleteanda juga jangan terpengaruh dg komentar2 yg menghibur...
mungkin mereka juga salah...
sangat memotifasi,
ReplyDeletesalam kenal semuanya.......skrg saya dlm posisi bingung u/ lnjut kejenjang s2,tp setelah bc blog ini,z bs memutuskan baik buruknya,makasih kak Zu.....
Hai Nazura, thanks a lot. I mean it.
ReplyDeleteKeep fighting.
Hi Kak.... Makssih yaa manfaat banget loh bust aku postingannya....
ReplyDeleteSoalnya aku tuh niat banget Kuliah S2 keluar negeri.... Skrg umur aku 22tahun... Lagi nyari2 info beasiswa.. But ibu aku brharap aku cepet2 married... Rasanya berat banget bust aku... Karena bagi aku ini keinginan seumur hidup... Khawatirnya kaloo aku nyerah aku Akan nyesal setiap waktu... Hiks... Hiks... Aku merasa tertinggal banget... Soalnyaa rata2 reader postingan ini lebih maju seratus langkah dibanding aku... Aku malu jadi perempuan Yang tertinggal dari kalian semua...tapi aku gak iri kok ini motivasi besar buat aku. BANGGA SAMA WANITA INDONESIA SEKARANG... terutama sama kak zu Dan all reader postingan ini... SEMANGAT... πππ
Hi kak..ijin share yah kak ;) terima kasih
ReplyDeleteHallo kak zu,
ReplyDeleteThanks banget yah sharing pengalamannya, sangat menginspirasi banget loh, oh iya sebenarnya kita sepemikiran loh aku juga ada rencana mau langsung lanjut PHd setelah lulus master soalnya memang nanti inginnya jadi dosen dan nggak mau menunda nunda waktu tapi itu masalahnya di sisi lain aku somehow jadi minder sendiri (nggak sedikit dari temen" bahkan temen deket yang bilang kalau kelamaan studi nikahnya kapan? Eh nis jangan lama lama kuliahnya nanti susah loh dapet jodohnya)... kata kata ini menjadi beban tersendiri dan makin menjadi..(jujur kurang suka dengan mindset orang orang seperti ini apalagi orang asia yang memang concern banget dengan hidup orang lain, bahkan sudah sampai terbilang kepo, rasa ingin taunya besar banget) beda dengan mindset western /european yang memang cendrung nggak kepo dengan kehidupan orang lain...
semangat melanjutkan studinya kak zu! Semoga selalu semangat untuk mencari ilmu sebanyak banyaknya!! Insya allah jika tuhan berkehendak jodoh akan menyusul dan datang di waktu yang tepat pula
halo kak,q juga sempet ada diposisi galau mencari jodoh tadinya q ambil s2 supaya bs ketemu jodoh eeh tryata tuhan berkata lain hehehe
ReplyDeletesebenernya q kurang setuju dengan paradigma2 seperti itu ada juga kok dosen q yg ketemu jodohnya waktu kuliah S3 memang bener sih sifat harfiah pria itu gengsinya tinggi,mgkn dy ga mau kl wanita lebih tinggi pendidikan nya di bandingkan mereka,tp harusnya mereka bisa berfikir kalo wanita berpendidikan tinggi juga untuk mendidik anak2nya kan?pasti kl udh waktunya tuhan akan mempertemukan ya meskipun udh ketar ketir sih ini hehehe
Kenapa ngaak dibukukan mba? Bagus lho tulisannya
ReplyDeleteTerima kasih mba tulisan di blognya memotivasi saya. Sukses buat s3 nya ya mba salam kenalπ
ReplyDeleteBagi saya pun, menikah bukan hanya soal usia, sudah mapan dalam hal finansial, dan lain-lain. Saya percaya bahwa setiap orang memiliki waktu terbaiknya untuk mengalami hal ini.
ReplyDelete"Everyone has a best moment for a marriage."
-Anonymous
_______
Tetaplah berusaha dan terus benahi diri, dan sisanya bermunajatlah, unnie ! ☺
Btw, alur ceritanya cukuplah utk menghanyutkan hehe. Tertusuk ke jantung tembus ke hati ini ��
Good morning Rotterdam,
wassalam..
Semangat terus kan cita-cita.. setting mindset nya gini Aja : studi s3 Atau tidak s3 pun belum tenti ada jaminan langsung mendapatkan jodoh/menikah.. karena saat ini belum ada plan menikah ada baiknya lanjut kan s3 saja, siap tau di ketemu jodoh di lingkungan baru :) we never know the future :) ayooo semangat s3 nya ,dengan adanya lingkungan baru itu Akan menambah networking dalam segala Hal
ReplyDeletehai kak nazura, saya sangat senang setelah baca tulisan kak, saya juga lagi menjalani s2 kak dan saya ada rencan untuk melanjutkan s3 juga nantinya, tapi seperti yang kak bilang banyak sekali yang menyarankan saya untuk menikah dulu, baru lanjut s3 atau cari kerja habis tamat s2. Dan itulah yang lagi saya galaukan kak,makanya saya cari referensi di internet bagaimana baiknya untuk perempuan dalam mengambil keputusan tersebut, dan keluarlah salah satu tulisan kak nazura,yang membuat saya berpikir "ohh banyak juga ternyata perempuan yang mengalami apa yang sedang saya galaukan" saya sangat ingin melanjutkan studi saya sampai s3 atau bahkan sampai profesor seperti dosen-dosen saya kak. Dan saya meminta banyak pendapat orang bagaimana kalau lanjut s3?? hampir smeua bilang nanti saja kalau sudah menikah. nanti orang takut untuk datang melamar kalau perempuannya ketinggian sekolahnya. Padahal saya melanjutkan pendidikan saya bukan karena ingin menakutnakuti orang y kan kak nazu. Menurut kak mana baiknya yang harus saya ambil keputusannya kak?? habis s2 cari kerja sambil tunggu nikah jika sudah ada yang melamar nantinya atau lanjut saja s3 saja kak, mohon sarannya y kak Zu.^-^
ReplyDeletehey girls, apa kabar dirimu?gimana S3 nya?saya senang bgt bacanya...klo bisa mau diskusi dengan dirimu bagaimana melewatkan S3 mu di negeri orang
ReplyDeletesaya juga lg stress krna saya umur 42 thn msh nganggur dan jomblo. dulu thn 2003 saat msh kerja saya sering dimutasi, diremehkan orang krna otak dan tenaga saya payah shg saya mengundurkan diri, nyari kerja lg baru sebentar dipecat krna tdk becus kerja. dulu saya kalau nyari jodoh sering ditolak cewe, diremehkan cewe, dibohongi teman, dimanfaatkan teman, diancam org, dipukul orang saat nyari cewe dll.. akibatnya saya selama 15 thn tiap hari marah marah, berkata kotor, susah tidur, kdng banting barang barang, sering berdoa yg buruk buruk dll. buka usaha kecil kecilan bangkrut, jualan online tdk laku.. apa saya kena gangguan ghaib? dulu kakek dan uwa saya paranormal sakti.. saya sdh 12thn agak rajin ibadah tp nasib tdk berubah..dulu thn 2003 saat merantau ke bdg saya melamar cewe, tp lamaran saya ditolak, saya sampai skrng blm mampu melupakan dia. yg bikin saya cinta mati dg nur andir ciparay krna dia cantik, pendiam, lugu, rajin sholat, tdk matre, jarang keluyuran, dia juga jadi tulang punggung keluarga krna ortu nya petani miskin. saya mengira nur jodoh saya, krna saya kalau ada di dkt dia hidup saya semangat, hati saya damai, tp ternyata dia cewe yg paling sulit saya dapatkan.
ReplyDeleteAssalamualaikum. Hai Kak Nazura.. saya juga merasakan hal yang sama dengan kakak saya mau melanjutkan studi s3 saya di luar negeri. Bahkan saya mencari pasangan atau calon agar diijinkan ortu untuk kuliah di luar negeri dan juga dapat memberikan semangat pada saya untuk cepat lulus. Ortu takut jika saya belum menikah2 karena kuliah s3 di luar negeri. Namun, setelah 6 bulan kuliah disana, laki-laki itu pun meninggalkan saya… hehe Alhamdulillah ortu lah yang selalu menyemangati saya..ortu juga yang menasehati bahwa jodoh sudah diatur oleh Allah, yang terpenting selalu semangat study dan membuat bangga ortu dan orang-orang disekitar kita. :)
ReplyDeleteTerimakasih banyak mba atas tulisannya, setidaknya ini dapat membantu membuka pikiran saya mba. perempuan umur 24 th yang akan melanjutkan pendidikan doktoral, tekanan yang saya dapatkan sama seperti cerita mbak.
ReplyDeleteHallo Ka zu,
ReplyDeletei dont know how i can tell you
It is more than Word
Aku bingung gimana cara mencurahkan nya
Aku ga bisa berkata kata lagi ka
Aku sekarang baru 24 tahun dan masih jalani master aku dan aku kepikiran buat lanjut
Tapi, same with you
Its about couple
Yaa kita kan ga tau kapan datangnya doi tapi aku selalu yakin Alloh SWT memiliki rencana jauh yg lebih indah
Makasih banyak ka atas tulisannya
Sangat membuka pemikiranku
Tapi keputusan lanjut aku masih menggantung semoga segera bisa ku tetapkan
Bismillah
Halo dari Surakarta Ka Nazura!
ReplyDeleteSalam kenal aku soffia.
Sebelumnya aku bener-bener gak nyangka ternyata ada orang yang sepemikiran dan sama kasusnya kaya apa yg aku alami saat ini. aku 24th dan saat ini sedang menjalani study s2 disebuah ptn indonesia. kebetulan, setelah satu tahun jalan aku mendapat kesempatan dari pembimbing untuk melanjutkan studi s3. aku sejujurnya sangat senang akan kesempatan itu, namun disisi lain juga dilema terkait masalah internal klasik seperti "menikah" dan "bekerja". beruntungnya aku saat ini memiliki tunangan yg memberi support untuk meraih mimpi. meski dia lulusan s1 yg sama denganku, dia berbesar hati mendukung aku segenap hati untuk lanjut studi kedepannya 2022. namun, perihal menikah menjadi beban pikiranku terhadap orangtua yg memang sudah sakit. dan pertimbangan lain seperti lamanya waktu dalam menempuh studi doktoral.
aku dilema ka nazu. disisi lain seperti cobaan untuk mecoba realistis atau idealis?
aku jujur sangat bangga atas pilihan ka nazu, mengambil resiko meski juga mendapat perkataan-perkataan yg membuat down. namun tetap konsisten untuk meraih mimpi. beruntungnya aku saat ini ada pasangan yg mendukung dan akan siap misal diminta menikah dulu oke atau menunggu juga oke. dilema terkait usia 24 bagi wanita bila menempuk s3 memakan waktu 5th pasti lulus 29th.
ka nazu, terimakasih atas tulisannya yg menginspirasi. aku datang secara tidak sengaja dengan keyword "wanita 24th lanjut s3" ku harap saat ini kakak dala keadaan sehat dan baik disana. semoga ada kabar terbaru terkait pendidikannya saat ini.
aku sangat kagum dengan statement wanita sekolah tinggi juga demi memberikan mindset yg baik kemudian untuk keluraga kecilnya. semoga dengan wawasan yg kita peroleh bisa bermanfaat untuk sekitar dan peran kita sebagai ibu dikemudian hari bisa menjadi lebih baik serta menginspirasi