Budapest : The Wes Anderson's City

Ketika Ferenc, host dari Airbnb yang kami tumpangi selama di Budapest, menanyakan hal apa yang paling berkesan dari kota ini, hal pertama yang terlintas di otak dan langsung otomatis terucap oleh saya adalah metro. Saat itu bukan hanya dia yang kaget, tapi juga adik saya. Mereka bingung kenapa dari sekian banyak hal menarik yang disajikan oleh Budapest, justru yang paling berkesan bagi saya adalah metro yang tua di stasiun bawah tanah yang gelap dan remang - remang. Memang enggak semua orang memiliki ketertarikan dengan transportasi publik. Namun bagi saya, salah satu yang menjadi ciri khas sebuah kota adalah transportasi publik-nya. Mungkin karena dari dulu saya termasuk pengguna setia transportasi publik, dari jamannya naik angkot dengan berbagai jurusan di Bandung, lalu berganti ke Transjakarta, hingga kereta commuter line Jakarta - Depok. Jadi begitu mengunjungi kota - kota di Eropa yang memiliki transportasi publik yang lebih beragam dan tentunya lebih memadai, rasanya kecintaan saya terhadap transportasi publik jauh lebih meningkat. Yaaa, ibarat anak kecil yang biasanya cuma makan Silver Queen, terus tiba - tiba dikasih berbagai varian Lindt (btw, ini pengalaman pribadi beneran loh. Haha!). Apalagi setiap kota di Eropa yang saya kunjungi sejauh ini memang memiliki bentuk metro dan tram yang berbeda satu sama lainnya, membuat semakin menarik untuk diperhatikan. Saking tertariknya, saya enggak lagi kepikiran untuk memfoto, tapi langsung merekamnya! *bisa dilihat di When We Were in Budapest.








Alasan lain dibalik jawaban saya tersebut sebenarnya juga terkait dengan jiwa sentimental yang saya miliki, yang sangat mudah mencampuradukkan kondisi yang saya alami di saat tertentu dengan perasaan nostalgia akan suatu waktu dan tempat yang pernah terlintas di mata, telinga, maupun alam bawah sadar saya. Termasuk suasana ketika pertama kali saya dan Gladyz sampai di Budapest. Saat itu matahari sudah mulai terbenam, disertai dengan hujan rintik - rintik. Sambil membawa tas dan koper kecil yang sudah dibawa sejak memulai trip ini dua minggu sebelumnya, kami berjalan menuju metro. Awalnya saya cukup was-was dengan kondisi underground yang terlihat tua, lampu remang - remang, serta beberapa hobo yang sudah mulai menggelar selimut mereka di sudut ruangan. Hingga kereta berwarna biru tua pudar tersebut datang. Dan saat itulah, ketika terdengar bunyi nyaring seperti alarm dari pemadam kebakaran, diikuti dengan lampu merah terang mulai kerlap - kerlip, dan suara wanita tengah baya dalam bahasa Hungarian; menjadi penanda bahwa pintu kereta akan segera tertutup. Bunyi pintu kereta yang beradu. Cat warna hijau muda yang menerangi bagian dalam kereta. Suasana di dalam kereta yang sunyi dengan orang - orang di dalamnya yang terlihat kaku. Lalu saya dan adik saya yang memegang koper kami yang setengah basah karena terkena cipratan air hujan. Saat itulah, waktu dimana saya merasa seperti sedang masuk ke dalam dunia imajinasi Wes Anderson dan menjadi salah satu pemeran utamanya. Saat itu juga intuisi saya berkata bahwa saya akan menyukai kota ini. 






Lucunya, hingga suasana apartemen Airbnb kami yang beradadi Pest pun sangat mendukung untuk menjadikan pengalaman kami di kota ini menjadi satu cerita yang utuh. Lift yang hanya bisa membawa maksimal tiga ukuran standar orang Indonesia, dilengkapi pintu yang di luarnya masih berbentuk seperti pagar. Furnitur tua yang mengingatkan saya dengan rumah nenek yang dulu sering kami kunjungi ketika kecil. Dan berbagai image lainnya yang sudah mulai pudar selama delapan bulan ini, akibat rasa malas untuk menulis jurnal saat melakukan perjalanan. Saya pun menyesali kenapa sama sekali enggak mengambil foto atau merekam video dari apartemen kami tersebut. Untunglah, masih ada beberapa bukti yang menunjukkan keunikan - keunikan Budapest, baik yang tanpa sengaja kami temui maupun yang memang sudah tertulis di dalam rencana perjalanan kami. Tapi akan saya simpan untuk postingan berikutnya ya! ;)





8 Comments

  1. Subhanallah cantik sekali mbak kotanya :) semoga juga dapat kesepmapatan untuk kesana. Amiin :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa mbaa kota-nya cantik dan unik... semoga bisa kesana juga ya mbaa :)

      Delete
  2. Zu, sama banget deh, aku juga sentimental dan ini ngaruh banget ke penilaian aku ke suatu tempat. Nilainya berdasarkan perasaan, emosi, memori, nostalgia, dll (sangat ga objektif ya haha). Btw I love the video!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha emang susah yaa Dix kalo jadi orang 'sensitif' kaya kita, jadinya sering menilai segala sesuatunya dari perasaan :)) Thanks Dix, btw!

      Delete
  3. aku sebenarya kagum dengan kamu nazura..dan kebetulan namaku juga nazura...
    baca tulisan mu buat aku rasa seperti aku juga berda di tempat mu...
    semoga kau terus success

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waahh jarang - jarang aku nemu orang yang namanya juga nazura, hihi. Salam kenal yaa! semoga kamu juga sukses selalu :)

      Delete

Post a Comment