Diantara berbagai kamar yang pernah saya tempati sebelumnya, bisa dibilang kamar saya yang satu ini memiliki paling banyak cerita. Dibalik foto - foto yang saya tampilkan di postingan ini, ada makna yang jauh lebih dalam dari hanya sekedar kamar yang dipenuhi oleh pernak - pernik ala Pinterest. Makanya untuk kali ini saya memberikan judul yang berbeda dari biasanya: a room that takes time. Karena memang membutuhkan proses yang panjang untuk mencapai titik dimana saya akhirnya bisa merasa bersemangat untuk mendekor dan puas dengan hasilnya sampai saya posting disini. Singkatnya, akhirnya saya bisa merasa nyaman dengan tempat ini. Bukan hanya proses untuk membangun dan mengisi setiap sudutnya yang membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya, tetapi yang lebih penting adalah menerima segala kekurangannya. Wah, terdengar berlebihan ya? Tapi bagi saya, sebagai seseorang yang sangat butuh privasi dan mengganggap kamar saya sebagai tempat yang paling penting dimanapun saya berada, ketika dihadapi dengan kondisi dimana saya enggak merasa nyaman dengan kamar saya sendiri sama saja seperti enggak ada tempat untuk bersandar ketika sedang lelah, atau tempat bersembunyi ketika sedang ingin menghilang. Dan harus saya akui bahwa salah satu faktor utama yang membuat saya sempat down beberapa bulan yang lalu adalah karena saya kehilangan tempat itu. Tempat yang menjadi ruang privasi saya; tempat yang membuat saya nyaman seperti berada di rumah; tempat yang membuat saya bersemangat untuk berkreasi.
Pembelajaran lain yang saya dapatkan yaa tentu aja pengalaman yang kayanya enggak mungkin saya lalui jika bukan karena kamar yang saya tempati sekarang. During the process, I have learned new things that may never be gained if I didn't involve in making my bedroom and the furnitures. How to use drill and electric screwdriver, what type of woods that are suitable for furniture, and the fact that us girls (me and my flatmate) could bring five big wood boards by stairs to third floor! Not to mention, I also learn how to make various furnitures, from desk, shelves, drawer to bed. I won't say I enjoy the whole process of making it, karena bagi orang seperti saya yang sangat lemah dalam mengukur, mengerjakan hal - hal yang bersifat teknis dan mekanis, sometimes it stresses me out. Seperti drawer yang ada di kamar saya, di bagian paling bawahnya kosong tanpa ada bagian laci seperti bagian atasnya karena saya terbalik masangnya, alhasil udah enggak bisa diapa-apain lagi. And for the wooden clothing shelf, I wasted four hours on it! Karena saat udah mau selesai, saya baru menyadari bahwa ada fondasinya yang salah dan alhasil harus dirombak lagi ke tahap kedua dari awal. Ujungnya, saya baru mengerjakan lagi keesokkan harinya dengan bantuan flatmate saya. Now, whenever I see the furnitures in my room, they gently remind me of every effort and sacrifice that I did. And this is what most probably satisfies and fulfils me with my room now.
Kondisi kamar saya saat ini
Kamar saya sebelum ada division antara living room dan kamar saya
Semua berawal dari ide salah satu flatmate saya ketika pertama kali kami mengunjungi apartemen ini untuk membagi living room yang sangat luas ini menjadi sebuah kamar tambahan agar bisa mengurangi biaya sawa apartemen kami. Dari awal mendengarnya, sebenarnya saya enggak yakin dengan ide tersebut. Tapi di sisi lain, karena teman saya tersebut arsitek dan dia meyakinkan saya bahwa rencana tersebut pasti berhasil, akhirnya saya setuju. Saat itu, saya pun juga masih ada kesempatan untuk memilih kamar, yang sebenarnya bisa aja saya pilih kamar yang sudah tersedia dan menjadikan kamar-kamaran ini untuk flatmate saya lainnya yang saat itu belum datang. Tapi begitu melihat lantai kayu dengan pemandangan di luar jendela yang enggak pernah bosan untuk dilihat, ternyata lebih menarik dibandingkan kamar satu-nya lagi yang juga memiliki jendela besar namun langsung berhadapan dengan jalan koridor apartemen sehingga sulit untuk bagi saya yang berhijab untuk terus membuka tirai jendela tersebut. Ditambah dengan karpet hitam yang menghiasi kamar tersebut, tentu aja lantai kayu rustic ini lebih menarik.
Ternyata dugaan saya benar. Sekalipun memungkinkan untuk membuat room division, dalam proses pembuatannya benar - benar menyita waktu dan energi. Dalam dua bulan pertama, hampir setiap minggu saya pasti mengunjungi beberapa toko hardware dan furniture untuk mencari, membandingkan, dan membeli bahan untuk division dan perlengkapan kamar yang berkualitas namun tetap sesuai dengan tenaga dan budget. Kalau dengan kondisi tersebut dilakukannya bersama orang - orang yang udah dikenal baik seperti keluarga atau teman, mungkin enggak akan jadi masalah yaa. Tapi ketika melakukan semua hal tersebut dengan orang yang baru kenal, bebannya pun jadi bertambah dua kali lipat karena dalam waktu yang bersamaan juga beradaptasi untuk mengenal sifat dan karakter satu sama lain. Makanya saya sempat menyesal dengan keputusan pindah ke apartemen ini hingga bulan kelima saya tinggal disini. Mulai dari keputusan saya untuk tinggal dengan orang lain (apalagi ini orang yang baru aja saya kenal) ketimbang rencana tinggal sendiri di studio; hingga keputusan saya memilih apartemen yang unfurnished, which means everything started from scratch. Dari lantai di bagian bawah apartemen yang mesti dipasangi karpet hingga setiap furniture yang ada di dalam apartemen ini harus kami isi sendiri. Tapi yang menjadi beban paling berat bagi saya adalah menghadapi sebulan pertama tinggal dengan kondisi kamar terbuka. Karena living room ini langsung berhadapan dengan dapur, jadi merupakan focal point yang pasti selalu dikunjungi oleh flatmates saya di waktu yang juga cukup sensitif. Salah satunya yaitu saat bangun tidur, tau - tau udah ada orang yang baru dikenal berdiri di depan saya atau malah beberapa kali dibangunin kucing di depan mata, tuh rasanya..... sesuatu :))
Permasalahan lainnya yang muncul ketika sudah dibangun division pun adalah kenyataan bahwa tanpa adanya pintu dan kedap suara, saya merasa kamar ini bukan seperti kamar. Melainkan living room dengan dibatasi oleh papan kayu. Jadi awalnya masih awkward gitu kalau flatmate saya sedang di living room dan saya di dalam kamar namun kami enggak berinteraksi, karena sama aja rasanya seperti berada di dalam ruangan yang sama tanpa komunikasi. Tapi sekarang sih saya udah merasa nyaman sekalipun pintu saya masih berupa tirai dan dindingnya masih berupa satu lapis kayu tanpa kedap suara. Karena selain memang udah terbiasa dengan kondisi seperti ini, faktor lainnya adalah hubungan saya dengan kedua flatmate saya pun semakin dekat, sehingga sekalipun kami melewati kondisi seperti itu enggak terasa awkward lagi. Dan sejujurnya meskipun saya enggak mau mengulangi hal ini untuk kedua kalinya, saya enggak lagi menyesali keputusan saya untuk berani tinggal dengan orang yang baru dikenal dan juga keputusan untuk pindah ke apartemen yang unfurnished. Banyak pembelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan. Salah satunya adalah belajar untuk lebih memahami proses, dalam hal ini adalah menerima perubahan yang terus berlangsung dari waktu ke waktu. Bahkan dengan pengalaman ini bisa membantu saya untuk lebih memahami topik riset saya tentang placemaking. Sebuah konsep untuk membuat sebuah tempat menjadi lebih bermakna dan memberikan hubungan yang kuat antara tempat tersebut dan penghuni/pengguna-nya, sehingga bukan hanya menjadikan tempat tersebut nyaman secara fisik, tetapi juga dari aspek sosialnya. Sedangkan untuk bisa membuat sebuah tempat menjadi benar - benar bermakna bagi seseorang, orientasinya bukan pada hasil akhir, tapi justru proses yang terus menerus agar tempat tersebut selalu 'hidup'. By constantly making and remaking my own room, I have a much higher level of appreciation and attachment with it than the previous one where everything was provided at once.
Pembelajaran lain yang saya dapatkan yaa tentu aja pengalaman yang kayanya enggak mungkin saya lalui jika bukan karena kamar yang saya tempati sekarang. During the process, I have learned new things that may never be gained if I didn't involve in making my bedroom and the furnitures. How to use drill and electric screwdriver, what type of woods that are suitable for furniture, and the fact that us girls (me and my flatmate) could bring five big wood boards by stairs to third floor! Not to mention, I also learn how to make various furnitures, from desk, shelves, drawer to bed. I won't say I enjoy the whole process of making it, karena bagi orang seperti saya yang sangat lemah dalam mengukur, mengerjakan hal - hal yang bersifat teknis dan mekanis, sometimes it stresses me out. Seperti drawer yang ada di kamar saya, di bagian paling bawahnya kosong tanpa ada bagian laci seperti bagian atasnya karena saya terbalik masangnya, alhasil udah enggak bisa diapa-apain lagi. And for the wooden clothing shelf, I wasted four hours on it! Karena saat udah mau selesai, saya baru menyadari bahwa ada fondasinya yang salah dan alhasil harus dirombak lagi ke tahap kedua dari awal. Ujungnya, saya baru mengerjakan lagi keesokkan harinya dengan bantuan flatmate saya. Now, whenever I see the furnitures in my room, they gently remind me of every effort and sacrifice that I did. And this is what most probably satisfies and fulfils me with my room now.
Hingga saat ini pun saya masih dalam proses mengerjakan kamar saya. Selain belum ada pintu dan lapisan kedap suara karena kami semua lagi sama - sama sibuk dan sulit mencari waktu yang senggang saat ini (oh well, a curtain doesn't look that bad and I'm used to living with a bit of noise after all), dalam beberapa bulan ke depan saya harus kembali menata ulang kamar saya karena akan saya sewakan selama beberapa bulan ke depan saat saya pulang untuk mengambil data riset. Tapi seenggaknya untuk saat ini semuanya udah terasa nyaman. Alhamdulillah :)
bikin video room tour kamarnya dong kak :)
ReplyDeleteboleeh nanti kapan2 aku masukkin di Insta story deh yaaa ;)
DeleteKaaak gemash sekali kamarnya! <3
ReplyDeletehihihii kamu jd mulai kebayanglah yaa situasi kamanryaa kalo ntar jd nginep disinii :D
DeleteKak ozu aku kok sebel ya lihat foto2 kamarmu haha. Soalnya kamu bisa banget menyulap kamar jadi secantik ini. Padahal ruangannya dibagi sendiri. Ahhh keren sekali kamu! Kasih tips tentang nyembunyiin barang2 yang nggak berguna donk kak!
ReplyDeletesoalnya kalo ga gitu makin males2an di kamar kaan jdnya haha. waahh aku biasanya kalo ga lg digunain barang2nya aku simpen di gudang atau di bawah meja atau disisipin diantara furniture. intinya yang ga mengganggu pemandangan aja sih hahaha
DeleteHalo kak Nazura, cantik sekali kamarnya dan suka dengan pernak-pernik yang jadi hiasan kamar.. Tapi susah nggak sih bersihin kamar apalagi kalo banyak barang yang kecil-kecil? Mungkin boleh share tips merawat dan membersihkan kamar kak, hehe terima kasih :)
ReplyDeleteHalo Virga! Sebenernya enggak susah kokk, yang penting sih rajin aja bersihinnya... nah aku emang pada dasarnya suka bersih - bersih, jadi tiap seminggu sekali pasti aku lap satu - satu :)) dan itu pun prosesnya enggak lama kok, paling lama juga sejam bersihin satu kamar :D
Deletekamarnya keren banget ka, furniturnya bagus dan nggak keliatan sumpek :)
ReplyDeleteAw, kamu baik sekali... makasih yaa Dita :D
DeleteSuka banget Kak sama kamarnya! <3
ReplyDeletePernak-perniknya bikin ngiler hahaha :p apalagi pemandangan ke luarnya. <3<3<3
Cheers,
http://www.novreica.blog
Ah kak ozuuu selalu juara kalo dekor-dekor kamar begini. Ngikutin kak ozu entah dari tahun kapan, lalu langsung stalk back ke semua post terdahulu, jadi ngikutin semua kamar kak ozu yang pernah di post di blog. Dan selalu, bikin jatuh cinta <3 <3
ReplyDeleteTerimaksih artikelnya gan, sangat informatif. Menambah wawasan saya seputar desain interior. Kebeneran sy juga lagi nyari-nyari inspirasi tulisan untuk di web saya.
ReplyDelete