Pernahkah kamu melewati masa dimana kamu merasa begitu banyak hal – hal buruk menimpamu dalam satu waktu yang berdekatan, hingga membuatmu berpikir, dari karma yang mana lagikah yang sedang semesta balikkan ke hidupmu? Kalo mau bikin satu postingan tentang hal – hal menyebalkan yang saya lalui selama seminggu ini, mungkin postingan ini akan menjadi lebih panjang dari yang saya publish sekarang. Tapi kejadian tadi sore membuat saya tersadarkan kembali bahwa diantara banyak hal buruk selalu ada kebaikan yang tidak saya sangka dan datang dari orang - orang yang tidak saya sangka juga. Di lain waktu akan saya ceritakan apa yang terjadi dengan saya, namun kali ini saya lebih tertarik untuk menceritakan pengalaman yang saya dapatkan ketika di Semarang, sebuah kota yang tidak pernah saya sangka sebelumnya, akan menyentuh hati saya karena kebaikan yang diberikan oleh orang - orang yang saya temui selama disana.
Saya ingat betapa resahnya hati saya ketika sudah mendekati waktu dimana saya harus memulai riset saya di Semarang. Enggak ada yang familiar bagi saya, baik kota maupun orang - orang di dalamnya. Bisa dibilang, satu - satunya orang yang saya kenal adalah Iluk, salah seorang teman blogger yang selama ini hanya saya temui di blog, atau di Instagram-nya. Pertama kali kenal Iluk karena kepo setelah dia men-tag saya di salah satu postingannya saat ia membeli buku saya. Terus iseng - iseng buka blog-nya, langsung merasa ada beberapa persamaan diantara kami. Tapi yang namanya teman di duna maya, rasanya masih terasa seperti "orang lain" hingga beneran ketemu di dunia nyata. Makanya terlepas dari keyakinan saya bahwa kami akan cocok ketika bertemu dan tentunya tawaran - tawaran baik dari Iluk untuk menemani saya jalan - jalan selama di Semarang, yang cukup menenangkan hati saya, masih ada rasa cemas yang menyelimuti saya ketika sampai di kota ini.
Tapi enggak butuh waktu lama untuk melihat dan merasakan kebaikan orang - orang di kota ini. Mulai dari kehangatan para mahasiswa UNDIP yang sempat membantu saya survey disana; yang sejujurnya sedikit saya dapatkan dari para surveyor di Bandung yang *padahal* berasal dari almamater saya. Belum lagi warga kampung yang menjadi responden riset saya, sebagian besar dari mereka sangat welcome untuk membantu saya mengumpulkan informasi yang saya perlukan dari mereka. Bapak penjaga kosan saya, Pak Midi, yang dengan sangat baik membuat susu jahe setiap malam dan sarapan untuk saya yang memang saat itu sempat enggak enak badan selama beberapa hari; dan itu hanya dari kepekaan beliau ketika mencium bau kayu putih ketika berpapasana dengan saya di dapur. Mas Adin dan Mas Bagus, perwakilan dari Komunitas Hysteria, yang juga sangat welcome dan membantu saya mengumpulkan informasi untuk riset saya. Hingga ke pihak pemerintah pun, yang awalnya paling bikin saya skeptis, ternyata sangat mudah mewawancarai mereka. Karena pertolongan dari mereka itulah yang membuat pengambilan data riset saya selama di Semarang lebih cepat dari yang saya rencanakan, dan tentunya membuat beban saya terasa lebih ringan.
Diantara berbagai orang - orang baik yang saya temui, tentu aja yang paling berjasa menemani saya selama di Semarang adalah Iluk. Mulai dari mengajak saya untuk bermalam di rumahnya ketika malam takbiran dan menghabiskan Idul Adha bersama di puncak-nya Semarang, which is something I highly appreciate, karena merayakan lebaran sendirian di kota yang enggak familiar adalah salah satu yang sempat saya cemaskan sebelumnya. Dan Iluk yang tampaknya udah mulai menyadari bahwa saya tipe orang yang enggak enakan, berhasil meyakinkan saya untuk ikut ke rumahnya.
"Enggak usah enggak enakan kak... Aku tuh dulu pernah di posisimu, Kak.. jadi tau rasanya menjadi anak rantau yang kaya anak ilang. Tapi aku bersyukur banget di saat itu banyak dibantu orang lain. Makanya aku juga mau ngelakuin hal yang sama". Kurang lebih begitu jawabannya, ketika melihat saya bolak - balik merasa enggak enak karena udah banyak merepotkan. Mulai dari nemenin kuliner ke berbagai tempat yang bisa dipastikan enggak akan saya coba kalo enggak dibawa Iluk, seperti salah satunya yang jadi favorit saya adalah kuliner di taman segitiga, nasi goreng Padang Bangjo, dan Tavern; nemenin benerin laptop saya yang tiba - tiba enggak bisa dinyalain; nemenin jalan - jalan ke Kampung Pelangi dan Kota Tua Semarang; dan lebih dari itu semua, berhasil membuat hari - hari saya di Semarang lebih menyenangkan dari yang saya pikirkan sebelumnya dengan berbagai candaan receh kami. Makasih banyak, Iluk, udah jadi adik, teman, kakak (karena seringkali lebih wise dariku), dan sahabat pelipur lara :3
P.S: Luk, jangan sampe diabetes ya abis baca postingan yang kalo kata anak - anak milenial "sweetness overload". HA.
Tapi enggak butuh waktu lama untuk melihat dan merasakan kebaikan orang - orang di kota ini. Mulai dari kehangatan para mahasiswa UNDIP yang sempat membantu saya survey disana; yang sejujurnya sedikit saya dapatkan dari para surveyor di Bandung yang *padahal* berasal dari almamater saya. Belum lagi warga kampung yang menjadi responden riset saya, sebagian besar dari mereka sangat welcome untuk membantu saya mengumpulkan informasi yang saya perlukan dari mereka. Bapak penjaga kosan saya, Pak Midi, yang dengan sangat baik membuat susu jahe setiap malam dan sarapan untuk saya yang memang saat itu sempat enggak enak badan selama beberapa hari; dan itu hanya dari kepekaan beliau ketika mencium bau kayu putih ketika berpapasana dengan saya di dapur. Mas Adin dan Mas Bagus, perwakilan dari Komunitas Hysteria, yang juga sangat welcome dan membantu saya mengumpulkan informasi untuk riset saya. Hingga ke pihak pemerintah pun, yang awalnya paling bikin saya skeptis, ternyata sangat mudah mewawancarai mereka. Karena pertolongan dari mereka itulah yang membuat pengambilan data riset saya selama di Semarang lebih cepat dari yang saya rencanakan, dan tentunya membuat beban saya terasa lebih ringan.
"Enggak usah enggak enakan kak... Aku tuh dulu pernah di posisimu, Kak.. jadi tau rasanya menjadi anak rantau yang kaya anak ilang. Tapi aku bersyukur banget di saat itu banyak dibantu orang lain. Makanya aku juga mau ngelakuin hal yang sama". Kurang lebih begitu jawabannya, ketika melihat saya bolak - balik merasa enggak enak karena udah banyak merepotkan. Mulai dari nemenin kuliner ke berbagai tempat yang bisa dipastikan enggak akan saya coba kalo enggak dibawa Iluk, seperti salah satunya yang jadi favorit saya adalah kuliner di taman segitiga, nasi goreng Padang Bangjo, dan Tavern; nemenin benerin laptop saya yang tiba - tiba enggak bisa dinyalain; nemenin jalan - jalan ke Kampung Pelangi dan Kota Tua Semarang; dan lebih dari itu semua, berhasil membuat hari - hari saya di Semarang lebih menyenangkan dari yang saya pikirkan sebelumnya dengan berbagai candaan receh kami. Makasih banyak, Iluk, udah jadi adik, teman, kakak (karena seringkali lebih wise dariku), dan sahabat pelipur lara :3
P.S: Luk, jangan sampe diabetes ya abis baca postingan yang kalo kata anak - anak milenial "sweetness overload". HA.
Baca postingan ini setelah semaleman ga tidur gara-gara overthinkingnya kumat, walhasil jadi moodbooster sekali! Tulisanmu bikin terharu loh kak, pasti rakyat Indonesia akan berbondong-bondong ke Semarang habis liat tulisan ini dan ga skeptis lagi kalau Semarang itu kelebihannya cuma panas haha sebagai Duta Wisata Kota Semarang nanti kuberi reward spesial nasi goreng padang vegetarian untukmu kak waktu ke Semarang lagi! <3
ReplyDeleteHUHU kuterharu postingan receh seperti ini bisa jadi moodbooster buat kamu, Luk :')
DeleteYessss, kutunggu traktiran nasi goreng vegetarian Bangjo, meski masih ntah kapan huks.
Sungguh aku salah fokus sama foto2mu. Itu di Semarang lho, tapi tone-nya rasa luar negeri. BTW, yes di kondisi buruk, mengingat kebaikan walau kecil bakalan bikin lebih adem hati yah :')
ReplyDeleteHahhaa apalagi foto yang pertama yaa, ga ada hint semarang sama sekali :))
DeleteIyaaa, meskipun kadang susah buat melihat sisi baik di saat kondisi buruk, tapi sekalinya bisa rasanya bikin adem banget :')
banyak banget ya tempat foto-foto yang keren di sana.. :)
ReplyDeletesalam kenal..