Minggu lalu selama tiga hari berturut - turut, Rotterdam sempat dipenuhi salju. Terakhir kali melihat Rotterdam secantik ini sekitar Februari tahun lalu, ketika Beast from The East sedang mampir berkunjung. Jadi enggak heran kalo kedatangan salju kali ini masih terasa menyenangkan. Meskipun di hari pertama snowfall saya harus ke kampus sambil berjalan menerjang salju yang turun cukup deras diikuti dengan angin yang cukup kencang. Sedangkan di hari ketiga, ketika timbunan salju di jalanan sudah mulai mencair, saya harus berjalan ekstra pelan dan hati - hati karena salah langkah dan hilang keseimbangan sedikit saja akan berakibat fatal! Terlepas dari kedua hal tersebut, melihat setiap sudut kota ini yang sejauh mata memandang terlihat putih seperti habis ditaburi oleh serbuk gula, membuat saya teringat dengan Zermatt, sebuah kota kecil di Swiss yang membekas di hati saya. Mungkin kalo saya enggak ke sana bulan lalu, pasti saya akan lebih excited ketika melihat salju di Rotterdam yang baru datang sekarang.
Sejujurnya sebelum datang ke sana, saya enggak yakin akan suka segitunya dengan Zermatt. Alasan utamanya karena tempat ini terkenal sebagai ski resort, jadi pasti dipenuhi oleh skiers. Apalagi saat saya ke sana memang lagi peak season. Bukan hanya sudah memasuki libur Natal, tapi juga ski season yang sedang berlangsung dari akhir November hingga akhir April. Dan bener aja, begitu saya cek hotel dua minggu sebelumnya, tinggal ada satu hotel yang tersedia dengan harga yang masih "normal". Kalo bukan buat menemani orang tua saya yang mau ke sana, saya pasti enggak akan pernah ke Zermatt di akhir Desember. Akomodasinya itu loh, keterlaluan sekali harganya :(
Oh iya, jadi karena Zermatt ini car-free town, buat mobilitas selama di sana hanya ada empat alternatif selain berjalan kaki, yaitu electric taxi, electric bus (tapi saya enggak terlalu merekomendasikan ini karena bus-nya kecil dan biasanya penuh oleh skiers), atau sepeda (kalo yang ini sebenernya jarang keliatan sih). Cuma berhubung Zermatt ini sangat kecil, sebenernya bisa diakses dengan berjalan kaki. Bahkan menurut informasi yang saya dapat dari orang lokal di sana, hanya dalam waktu beberapa jam saja bisa selesai mengelilingi kota ini. Tapi buat para pengunjung dengan mobilitas yang terbatas, alternatif lainnya adalah menggunakan electric taxi dengan kisaran harga 10 - 15 CHF.
Siap - siap bokek buat kalian yang rencana ke sana, ya. Pada dasarnya segala serba mahaaal di Swiss, tapi di Zermatt bisa berkali lipat lebih mahal!
Terlepas dari masalah tempatnya yang touristy dan harganya yang bikin hayati elus - elus dada(padahal enggak pake uang sendiri juga selama di sana, tapi tetep aja kan kezel liatnya), personally menurut saya Zermatt tetap menjadi sebuah destinasi yang worth it buat dikunjungi, seenggaknya sekali seumur hidup. Alasan utamanya kalo bagi saya sih karena landscape-nya yang unik, yaitu dikelilingi oleh pegunungan Alps dan Matterhorn - one of the most famous mountains in Europe. Not to mention, old village-nya yang GMZ banget. Apalagi kalo ke sana saat lagi bersalju dan sebelum Natal, berasa di negeri dongeng! Bangunan kayu berwarna cokelat dengan atap yang tertimbun salju. Dekorasi natal yang meriah. Asap yang mengepul dari cerobong. Pepohonan cemara yang tertutup salju. Bahkan beberapa hotel juga menyediakan horse-drawn carriage atau kereta kuda seperti yang ada di Cinderella. Lengkap dengan petugasnya yang terlihat classy dengan mengenakan pakaian bernuansa vintage. Cuma kalo kata Ayah, berbagai kesempurnaan yang dimiliki Zermatt tersebut justru membuatnya terlihat artificial. Kalo saya sih seneng aja ngeliat yang gemes - gemes kaya gitu, jadi enggak ada masalah :))
Sejujurnya sebelum datang ke sana, saya enggak yakin akan suka segitunya dengan Zermatt. Alasan utamanya karena tempat ini terkenal sebagai ski resort, jadi pasti dipenuhi oleh skiers. Apalagi saat saya ke sana memang lagi peak season. Bukan hanya sudah memasuki libur Natal, tapi juga ski season yang sedang berlangsung dari akhir November hingga akhir April. Dan bener aja, begitu saya cek hotel dua minggu sebelumnya, tinggal ada satu hotel yang tersedia dengan harga yang masih "normal". Kalo bukan buat menemani orang tua saya yang mau ke sana, saya pasti enggak akan pernah ke Zermatt di akhir Desember. Akomodasinya itu loh, keterlaluan sekali harganya :(
Oh iya, jadi karena Zermatt ini car-free town, buat mobilitas selama di sana hanya ada empat alternatif selain berjalan kaki, yaitu electric taxi, electric bus (tapi saya enggak terlalu merekomendasikan ini karena bus-nya kecil dan biasanya penuh oleh skiers), atau sepeda (kalo yang ini sebenernya jarang keliatan sih). Cuma berhubung Zermatt ini sangat kecil, sebenernya bisa diakses dengan berjalan kaki. Bahkan menurut informasi yang saya dapat dari orang lokal di sana, hanya dalam waktu beberapa jam saja bisa selesai mengelilingi kota ini. Tapi buat para pengunjung dengan mobilitas yang terbatas, alternatif lainnya adalah menggunakan electric taxi dengan kisaran harga 10 - 15 CHF.
Siap - siap bokek buat kalian yang rencana ke sana, ya. Pada dasarnya segala serba mahaaal di Swiss, tapi di Zermatt bisa berkali lipat lebih mahal!
Dari awal menyusun itinerary, saya memang enggak ada rencana buat skiing. Alasan utamanya karena tau harus ikut basic course dulu sebelumnya selama beberapa hari. Tapi niat saya semakin menghilang begitu melihat betapa besarnya papan ski yang terlihat berat, lalu dibawa dengan menggunakan perlengkapan pakaian ski yang terlihat enggak kalah beratnya. Jadi ingat pertama kali saya dan Aybun sampai di Zermatt, kami ketawa cekikikan begitu melihat perbedaan yang signifikan antara orang - orang yang belum pergi skiing dan orang yang baru balik dari skiing. Mereka yang baru mau pergi terlihat sangat bersemangat sambil berjalan menggotong papan ski di pundak mereka. Dari wajah nya pun, mereka sangat terlihat excited. Sedangkan orang - orang yang baru balik skiing, berjalan pelan tergopoh - gopoh sambil membawa papan ski mereka, disertai dengan wajah yang lesu. Drastis banget perbedaannya. Serius deh, kalo ngeliat langsung, pasti jadi pengen ketawa!
Terlepas dari masalah tempatnya yang touristy dan harganya yang bikin hayati elus - elus dada
mashaAllah :)
ReplyDeletegak bisa ngomong apa apa. setiap lihat foto ozu cuman bisa tarik nafas dalam dalam hahahhahah
hahah apalagi kalo pas ngeliat langsung mba, makin speechless :')
DeleteSalam Mbaa Nazu....setelah sekiaaan laamaaa aku kembali bacaa blog Mba...selalu ada kisahh menarikkk dari tulisan2 mbaa Nazu.....suksess selalu Mbaakuuu yaaaa😍
ReplyDeleteSalam Mbaa Nazu....setelah sekiaaan laamaaa aku kembali bacaa blog Mba...selalu ada kisahh menarikkk dari tulisan2 mbaa Nazu.....suksess selalu Mbaakuuu yaaaa😍
ReplyDeleteAku jugaa pengenn jadii kayak Mba Nazu...menginpirasi orang melalui tulisan2 dan pengalaman Mba yg luaar biasaaa😍
ReplyDeleteHi Nurul! Makasih yaaa udah baca blog aku. Ayo nulis, berbagi pengalaman di blog kamu ;)
DeleteKok aku jadi ingat sama James Bond yang. Haha
ReplyDeletehahah iyaa aslinya kan emang shooting di swiss tapi beda gunung. Itu kalo ga salah di Jungfrau mbaa
Delete