Embracing Changes and Being (More) Present

Have you ever been so into some things to the point that it worries you as you start forgetting many other things that used to engage you just as much?

Ini saya rasakan banget ketika semakin banyak hobi yang saya tinggalkan karena passion saya berubah ke hobi, kerjaan, atau kegiatan baru lainnya. But instead of thoroughly being immersed in what I'm doing at this moment, I often found myself feeling guilty. This situation has constantly bothered me since years ago, whenever I really enjoy certain things and "abandon" the rest. Dulu, suka banget saya merasa bersalah karena menghabiskan waktu berjam - jam untuk nulis di blog ketika seharusnya digunakan untuk hal lain yang lebih "produktif". Tapi sekarang saya malah ngerasa bersalah karena lagi suka banget kerja sampai jarang melakukan hobi saya, termasuk udah berbulan - bulan enggak blogging (it's funny and ironic at the same time, I know!). 

Perasaan bersalah ini semakin kental karena adanya resistensi dari diri saya yang gagal move on dengan beberapa kebiasaan dan rutinitas yang biasanya saya lakukan sebelumnya. I have interests in so many things, which I'm always grateful for. That's why sebisa mungkin saya selalu menjaga agar beberapa hobi saya tersebut bisa terus dilakukanI somehow feel like once I lose interests in them, there will be some parts of me that would be gone. Tapi pemikiran tersebut semakin ke sini justru membuat saya semakin bertentangan dengan apa yang saya rasakan dan lakukan saat ini, to the point that it frustrated me

I never showed it here or on any social media that I went through a self-conflict for the past two years when I realised my passion for some things that I had since college is gradually dissipating. Salah satu passion saya yang semakin menghilang, yang mungkin juga sudah terlihat jelas, adalah blog ini. Mungkin buat orang lain, blog hanyalah sekedar blog, sebuah media sosial yang sebenarnya sama aja dengan media sosial lainnya. Tempat untuk berbagi pikiran, keluh kesah, dan mungkin buat sebagian orang, tempat untuk show off (in any form). But for me, this blog is more than just social media. 

I don't count how many times I have mentioned that blogging is very crucial to me. It could take me somewhere far away from this world, like to my own world, and release another version of myself that I could never show unless I write. It's not only the writing process that is important, but also the whole steps that involved when I blog. The excitement on choosing and editing pictures to be uploaded. The thrilling sensation when listening to my favourite songs, putting my thoughts together and diving myself into every word until I forgot my surrounding. Also, oftentimes, I deliberately carried my camera and found things that interest me, only to share them here. All that process gave me happiness that I never felt from other things in my life - and by the way, to say I'm happy because of this blog would be an understatement, but I just couldn't find any other words. 


So imagine one day, I found myself in the situation where no matter hard I try to put things back to how they were before, I always failed. Mulai dari coba menulis proses mengisi dan mendekor rumah serta foto beberapa sudut untuk dijadikan sebuah blog post, hingga bawa kamera ketika trip ke Yogya bulan lalu. Semua itu dilakukan dengan harapan bahwa saya bisa bersemangat lagi untuk menulis di blog. Tapi yaa ternyata enggak berhasil juga buat mengembalikan passion saya untuk melakukan hobi saya dulu. Sudah menulis beberapa postingan, tapi enggak terselesaikan. Kamera pun dibawa, tapi hanya beberapa kali dipakai. What is funnier is that I currently read some of my old blog posts and uttered a question that never appeared previously. "Was it me who write these posts?" cause it really does feel as if I was a completely different person back then. Mengalami perubahan seperti ini, rasanya sama seperti ketika kehilangan seseorang yang sangat dekat, bukan karena kematian atau betrayal atau hal lain yang sudah jelas membuat kita harus berpisah dengan mereka, but simply because things no longer work out, and so we just have to change. 



Sampai akhirnya suatu saat saya baca tulisan yang dishare oleh seorang teman, and it struck me that I had overlooked something fundamental all this time.

Inti dari tulisan tersebut kurang lebihnya begini: kita sebagai manusia punya berbagai "charger" untuk mengisi "baterai" dalam diri kita; yang mana baterai tersebut memang enggak selalu bisa diisi oleh semua charger dalam satu waktu yang sama. Tapi justru dengan begitu charger - charger tersebut saling melengkapi satu sama lain, supaya mereka enggak cepat rusak. Dan diri kita sebenernya selalu ngasih sign ke kita, kapan kita perlu menggunakan charger A, kapan menggunakan charger B, dan charger lainnya. Contoh paling sederhana yang mungkin pernah dirasakan oleh setiap orang adalah ketika kita berada di kondisi di mana kita pengen leyeh - leyeh, tapi bukannya relaxed malah jadi cemas. Atau sebaliknya, ketika kita ingin mengerjakan sesuatu, instead of doing something, you find yourself staring at the blank page on your computer. Dulu saya sering banget ngerasain kaya gitu, dan enggak sadar bahwa it's actually a sign for myself to stop what I want to do and move on to things that I need to do. Kalau kita merasa suatu hal sudah terlalu berlebihan untuk diterima oleh diri kita, dan sebaliknya ada hal lain yang kurang, maka akan ada perasaan semacam anxietywhich must never be ignored. Karena itu adalah sebuah pertanda bahwa saat itu diri kita sedang ngasih tau kalau ada yang salah. Mungkin kita harus take a step back from that thing, and go for other thingsKesalahan saya beberapa tahun yang lalu, yang akhirnya membuat saya depresi, adalah menghiraukan all those signs yang sudah dikasih dari diri saya sendiri. Bahkan saya selalu melakukan hal berlawanan dari apa yang diri saya coba katakan ke saya. 

Jadiii, balik lagi ke poin awal, bahwa sebenernya masing - masing hal dalam hidup kita itu ada waktunya masing - masing kok. Kalo lagi suka banget nulis, nulis lah tanpa merasa bersalah karena keseringan nulis atau kepikiran tentang banyak hal yang ingin ditulis. Kalo pikiran udah mumet dan enggak pengen ngapa - ngapain selain rebahan sambil nonton Netflix, then do it! Kalo lagi semangat - semangatnya buat kerja, ya beresin kerjaan yang ada sampai tubuh ngasih sinyal buat udahan. Kalo lagi seneng - senengnya buat ngelakuin hobi, ya enggak usah ngerasa bersalah kalo kita ngerasa we become obsessed with it. Karena semua kesempatan itu belum tentu datang lagi di waktu dekat. Bahkan akan ada saatnya di mana semua yang dulunya sangat sering dilakukan dan terasa menyenangkan itu, akhirnya berubah menjadi sebuah hal yang enggak lagi kita bisa nikmati saat ini. Bisa jadi karena dulunya kita terlalu sering menggunakan charger tersebut sehingga perlu memakai charger lainnya, hingga tiba saatnya kita kembali lagi ke charger  itu. Atau memang karena segala sesuatu pasti ada expiration date nya, dan charger tersebut sudah habis masa pakainya. 



Yaa, sama aja lah seperti menggunakan sebuah pakaian. Kalau keseringan dipakai dalam waktu lama, it's only natural kalau kita mencapai satu titik di mana bosan dengan pakaian tersebut, meskipun sebenarnya masih bagus untuk dipakai. Ketimbang langsung dibuang atau dikasih ke orang lain, mungkin kita cukup menyimpannya di lemari selama beberapa saat hingga ada waktunya ketika kita melihat pakaian itu lagi, there is spark that comes back from the clothes. Tapi tentunya, ada juga beberapa pakaian yang mau selama apa pun kita simpan, the spark is gone for good. In that case, as Marie Kondo said, we just need to declutter them from our life, despite how much we love the clothes. 

I know it's never easy to let go of things we loved and have grown an attachment to. Saya juga masih belajar how to be more present ketimbang terus menerus melihat ke masa lalu, membandingkan perubahan yang ada di sekeliling kita maupun dari diri sendiri, dan akhirnya malah khawatir dengan apa yang belum terjadi karena takut bahwa hal - hal yang terjadi saat ini akan berubah dan hilang di masa depan. But I hope I could be no longer guilty about being present and enjoying what I love most while embracing changes in all aspects of my life. Semoga kamu yang belum bisa sepenuhnya menikmati perubahan - perubahan yang terjadi saat ini, bisa merangkul mereka bersamaan dengan apa yang kamu suka saat ini :)

1 Comments

  1. Thanks a lot mbak for this beautiful insight. Aku sedang merasa di fase ignoring the sign from myself buat berhenti di ngelakuin apa yang aku mau ke apa yang sebenernya aku butuhkan, dan benarlah itu butuh effort buat deal dg kondisi itu. Semoga mbak sehat-sehat selalu ✨

    ReplyDelete

Post a Comment