Enam Hari Dalam Seminggu (1)

Sejujurnya mood saya sudah mulai hilang untuk menceritakan pengalaman saya di Paris, secara sudah hampir dua minggu gitu yaa sejak saya kembali ke Bournemouth. Tetapi setelah saya pikir - pikir rasanya kok sayang ya kalau pengalaman yang saya dapatkan di salah satu kota yang paling memorable bagi saya ini lewat begitu saja tanpa diceritakan. Apalagi ada beberapa hal yang mungkin agak berbeda dari yang dirasakan oleh kebanyakan orang yang pernah berkunjung ke Paris. Jadi sekarang saya mau menceritakan apa yang saya alami selama enam hari disana. Selamat membaca dan semoga tidak membosankan *secara banyak banget, mana ada part 2 segala HAHAHA. Enjoy!

-----------------------

Pada hari pertama saya tiba di Paris, entah kenapa saat itu saya merasa seperti menjadi pemeran utama di sebuah film atau novel dengan tema "Lost In Paris" *eaaa* *mulai berimajinasi yang engga-engga*. Eh, tetapi beneran deh. Mulai dari suasana kota Paris di pagi hari yang saat itu terlihat mendung lalu perlahan - lahan meneteskan rintik - rintik hujan, suara hiruk pikuk dan derap langkah kaki orang - orang yang sedang dalam perjalanan mereka menuju tempat kerja mereka masing - masing, kondisi saya yang masih belum sepenuhnya sadar bahwa saya sudah di Paris entah karena baru bangun tidur atau memang terlalu excited, lalu sempat dijutekin sama penjaga tiket Metro ketika saya mau menanyakan rute perjalanan, membawa koper kecil saya yang pegangannya baru saja rusak ketika saya turunkan dari bus lalu terpaksa harus menentengnya sepanjang perjalanan, dan yang terakhir, mencari alamat tempat tinggal saya untuk enam hari ke depan dengan berbekal hanya sebuah catatan yang saya dapat dari Emilie ketika sebelum berangkat:

If you arrive at Gallieni, you can take métro line 3 and then the connexion with line 2 at père Lachaise (direction porte dauphine) and stop at Colonel Fabien. Then you arrive on the bd de la Villette, walk till number 57, 1st code is 4562, you walk past the yard, second code is A4564, i live on the 2nd floor, door on the right. Have a nice day and see you soon! 

Ada rice cooker dari Indonesia juga loh!


Oh iya, Emilie itu adalah host-mate saya yang saya pilih dari Airbnb. Beberapa orang bertanya kenapa saya engga memilih Couchsurfing yang memiliki konsep sama tetapi tanpa membayar. Kalau cuma semalam atau dua malam, mungkin saya akan memilih Couchsurfing. Tetapi karena waktu kunjungan saya yang cukup lama di Paris, kenyamanan tempat tinggal menjadi salah satu faktor penting buat saya dan untuk hal ini saya rasa Airbnb akan lebih terjamin daripada Couchsurfing. Jadi untuk kali ini saya enggak masalah mengeluarkan uang lebih untuk akomodasi. Lagipula, saya benar - benar merasa puas dengan pilihan saya ini. Bukan hanya tempat tinggalnya yang sesuai ekspektasi saya dan membuat saya benar - benar seperti Parisienne, tetapi juga, pribadi Emilie yang sangat welcome dan friendly, membuat saya yang biasanya kaku dengan orang baru, menjadi mudah dekat dengannya. Ditambah lagi dengan Emilie yang ternyata pernah ke Mentawai dan Berastagi tahun lalu dan memiliki pengetahuan yang luas tentang Indonesia, membuat kami jadi lebih akrab. 



Sebelum saya berangkat, beberapa teman saya sudah mengingatkan bahwa orang - orang Perancis itu lebih suka dan bahkan tetap berbicara dalam bahasa Perancis ketika dengan turis sekalipun. Tetapi saya enggak begitu percaya, bahkan sedikit mengacuhkannya. Entah kenapa saat itu saya masih kekeuh dengan pemikiran saya bahwa, masa iya sih sebagai salah satu kota yang paling banyak dikunjungi turis, orang - orangnya engga berbahasa Inggris ketika bertemu atau berbicara dengan turis? Lalu dengan pede-nya saya pergi ke negara ini pertama kali, seorang diri, sama sekali engga pernah belajar bahasa Perancis sebelumnya, tanpa bisa bahasa Perancis sedikitpun selain "Bonjour", "Merci", "Au revoir", tanpa membawa kamus dan tanpa hp yang aktif.  Kurang sok tau apalagi coba! hahaha.

Akhirnya saya termakan ke-soktau-an saya sendiri, lalu dibuat kaget saat berpapasan dengan beberapa orang yang menegur, bertanya, mengajak ngobrol saya dalam bahasa Perancis, lalu ketika saya bertanya tentang sesuatu tapi mereka enggak mengerti apa yang saya katakan, atau ada juga yang mengerti tetapi enggak bisa membalasnya dengan bahasa Inggris alhasil menjawabnya dengan bahasa Perancis dibantu dengan gerak gerik tangan. Sebagian ada yang seperti itu karena memang tidak bisa (umumnya orang yang sudah tua), atau ada juga yang lebih memilih untuk engga menggunakan bahasa Inggris bahkan ketika tahu saya bukan orang lokal. Hal yang membuat saya semakin kaget adalah ketika melihat bahkan beberapa papan petunjuk dan informasi publik lainnya juga dalam bahasa Perancis. Padahal menurut saya, beberapa papan petunjuk dan informasi tersebut akan sangat membantu bagi traveler terutama yang tidak bisa berbahasa Perancis seperti saya ini.


Anyway, saya engga setuju dengan pendapat yang bilang bahwa orang - orang Perancis itu enggak sopan. Yaa walaupun saya beberapa kali dikasih tampang jutek, tetapi Alhamdulillah sebagian besar yang saya temui adalah orang - orang yang sangat baik dan ramah. Mulai dari pemilik toko buku yang ketika saya baru sampai sudah ditawarkan untuk dibuatkan teh atau kopi, lalu beberapa kali bertemu dengan orang - orang di jalan yang ketika saya bingung mencari tempat benar - benar diarahkan (sampai ada juga yang membantu mencarikan tempat dengan menggunakan Google Maps yang ada di hp-nya), serta para pemilik dan pelayan restauran yang ramah. Jadi intinya, enggak sopan itu bukan soal budaya, tetapi soal personality yang dimana semuanya balik lagi ke orangnya masing - masing.


Fakta kedua tentang Paris yang saya temukan adalah bahwa benar banyak pencopet disini. Kalau yang ini memang sudah saya lem dengan kuat di dalam kepala saya dari sebelum berangkat, karena sudah ada beberapa pengalaman enggak enak dari keluarga saya terkait dengan hal ini ketika mereka ke Eropa. Daaan benar ajalah, hal yang serupa juga saya alami, tetapi untungnya kali ini mereka enggak berhasil. Udah dua kali saya melihat ada orang yang berusaha untuk mencopet isi tas saya. Yang pertama ketika di Eiffel dan satu lagi saat di metro, ketika saya mau masuk ke dalam kereta. Bahkan pas yang kedua kalinya itu, saya dengan jelas melihat kalau orang itu udah menaruh tangannya diatas tas saya. Mungkin karena tas saya yang modelnya "tinggi" dan saya juga taruh barang - barang berharga di paling bawah bagian tas saya, terus saya penuhin bagian atasnya dengan barang - barang yang engga berharga (kaya tempat minum, buku, dll) jadi susah juga buat orang untuk mencopet isi tas saya. Jadi, sekali lagi, benar - benar jaga barang berharga, terus waspada dimanapun dan kapanpun!


Saya juga sudah diingatkan untuk berhati - hati dengan orang yang menawarkan "sesuatu" di jalan. Kali ini saya mengalaminya dengan motif yang sama tetapi hal yang berbeda. Pertama kali saya ditawarkan untuk menandatangani sebuah form yang bertujuan untuk mendukung aksi kemanusiaan di Zimbabwe. Eh, ujung - ujungnya setelah saya tanda tangan, orang tersebut maksa minta uang. Untungnya aja saya engga menurutinya, secara dari gelagatnya aja udah keliatan ada yang engga beres. Ternyata benar pikiran saya, karena engga lama setelah itu saya banyak banget ditawarin orang yang juga menawarkan hal serupa tapi dengan beda "maksud", ada yang bilang buat dukungan untuk anak - anak, lingkungan dan lainnya.

Pengalaman yang paling engga enak terkait dengan hal ini adalah ketika di Sacre Coeur. Saat itu terlihat ada segerombolan laki - laki negro yang terlihat menawarkan sesuatu ke pengunjung ketika mereka lewat disitu sambil setengah memaksa. Yang bikin paling ngeselin adalah kelompok itu bukan cuma satu, tetapi ada dua. Dimana mereka mengepung akses jalan kesana. Jadi mau engga mau pasti harus ngelewatin mereka. Akhirnya saya cari "teman" dan untungnya ada pasangan yang juga mau kesana. Tetapi ternyata siasat saya ini engga berjalan dengan mulus. Karena si gerombolan ini ada banyak (sekitar 5 - 6 orang) dan turis yang lewat hanya tiga orang, jadi saya tetap aja terjebak. Ditambah lagi dengan salah satu diantara mereka yang dari awal sudah megang pergelangan tangan saya dengan sangat kuat, bahkan ketika saya coba melepas tetap aja dia mencengkram dan bilang intinya dia engga akan melakukan sesuatu yang jahat. Sambil tetap mencoba melepaskan tangan saya dari dia, dia mulai mengikatkan tali di pergelangan tangan saya. Lalu ada satu teman lainnya yang mulai bertanya-tanya saya darimana dan lainnya. Apesnya, saat itu enggak banyak turis yang lewat, jadi enggak ada cara buat 'lolos' dari mereka selain menuruti apa yang mereka mau. Akhirnya karena saya takut kalau saya tetap mencoba untuk melepaskan tangan saya malah orang tersebut jadi melakukan hal - hal yang engga diinginkan, saya turuti saja orang itu untuk mengikatkan tali di pergelangan tangan saya. Sampai akhirnya dia selesai dan ternyata dia hanya ingin membuatkan sebuah tali gelang dengan meminta bayaran setelahnya. Awalnya dia minta 10 Euro, tapi saya kasih aja 1 Euro, abisnya ngeselin, udah maksa, bikin takut terus minta uang pula hahaha. Saya bilang aja waktu itu kalau saya enggak punya uang. Walaupun mereka engga melakukan hal - hal yang parah, tetapi tetap saja sebagai tindakan preventif akan lebih baik coba cari alternatif jalan lain atau tunggu sampai ada banyak turis yang datang.

Tour de Macaron 

Biasanya kalau traveling sendirian, saya selalu menghindari pulang sampai malam. Belajar dari pengalaman saya sebelumnya, ketika tinggal di negara atau kota yang enggak begitu dikenal memang lebih baik menghindari untuk tetap diluar pada malam hari. Makanya, selama saya di Paris, hanya dua hari saya pulang di atas jam 10 malam. Yang pertama ketika saya 'mengejar' untuk mengunjungi tempat - tempat yang ada di itinerary saya di arrondissement yang sama, yang kedua adalah malam terakhir saya di Paris, yang memang sengaja saya lakukan untuk melihat Seine, Eiffel dan Arc de Triomphe di malam hari.

Sama seperti saat saya tiba pertama kali di Paris, ketika saya menghabiskan malam terakhir saya di Paris, saya merasa seperti berada di film - film dan kali ini saya merasa seperti berada di film "Midnight in Paris" *eaaa* *teteup*. Mulai dari rintik - rintik hujan yang tidak berhenti sejak sebelum matahari terbenam hingga bulan sudah menampakkan dirinya, cahaya lampu malam kota Paris yang membuat kota ini terlihat lebih romantis, udara malam di musim semi yang masih terasa dingin, pemandangan sungai Seine yang sangat cantik dengan latar belakang Eiffel Tower yang pada malam hari memancarkan cahaya keemasan, lalu saya, yang berjalan seorang diri menyusuri sungai Seine sambil membawa payung dan ditemani sekotak Pierre Hermé macarons. Sebenarnya sih saya engga masalah, tetapi entah kenapa saat melihat sebuah keluarga yang sedang asik mengobrol sambil makan malam di dalam sebuah restoran pinggir sungai Seine dan berpapasan dengan beberapa pasangan yang terlihat bahagia, memang berhasil membuat saya jadi sedikit merasa mellow dan berharap tiba - tiba orang - orang tersayang muncul di samping saya hahaha *ketawa miris ini ceritanya*.

Aslinya jauuuuh lebih indah dari ini

Tetapi perasaan itu akhirnya hilang ketika saya melihat kerlap - kerlip lampu yang menyala di seluruh bagian Eiffel selama beberapa menit sambil diiringi dengan air mancur yang menari - nari dengan cantiknya. Saya merasa beruntung datang tepat waktu, karena sejujurnya saya engga berekspektasi untuk melihat 'pertunjukkan' ini sebelumnya. Saat itu saya semakin yakin mengapa kota ini terasa begitu special dan cantik di malam hari.

Lalu setelah 'pertunjukkan' selesai dan sedang berjalan menuju metro, kali ini bukan hanya mata saya yang terpikat oleh cahaya terang dari kejauhan, tetapi juga telinga saya yang teralihkan oleh sebuah alunan musik dari sebuah carrousel  yang letaknya tidak jauh dari Eiffel. Tanpa berpikir panjang, akhirnya saya memutuskan untuk naik carrousel yang pada saat itu dinaiki oleh beberapa orang. Mulai dari sepasang kekasih yang sedang foto prewed, lalu seorang anak dengan bapaknya yang terlihat asik memfoto anaknya yang sedang naik carrousel, beberapa anak muda dan orang dewasa yang terlihat menikmati ayunan kuda - kudaan yang bergerak naik turun, serta saya yang menikmati semua suasana saat itu sambil melihat Eiffel dari tempat duduk saya. Dan saat itu juga saya merasa bersyukur telah memutuskan untuk menaiki carrousel ini karena telah menjadi penutup yang sangat manis untuk malam terakhir saya di Paris.

Can you feel those magic feelings?

Eiffel and Carrousel

Berbeda dari lima hari sebelumnya, hari terakhir saya di Paris disambut dengan matahari yang sangat cerah dan udara yang sangat hangat. Dari beberapa hari sebelumnya Emilie memang sudah mengajak saya untuk ikut piknik bersama dia dan teman - temannya pada hari Minggu, yang mana temperatur pada hari itu mencapai 26 derajat. Tentu saja tanpa tanpa ber-ba-bi-bu lagi saya langsung mengiyakan ajakan Emilie dan mengganti jadwal jalan - jalan saya hari Minggu siang. Kapan lagi coba bisa menikmati musim semi di Paris dengan piknik bersama para Parisian! Yuhuuu.


Sampai saat ini suasana di Parc de La Vilette pada Minggu siang itu masih terbayang dengan jelas di pikiran saya. Mulai dari kedatangan saya yang disambut oleh bocah superlucu, menikmati pemandangan orang - orang yang memenuhi salah satu taman terbesar di Paris hanya untuk berjemur, piknik dan menikmati cahaya matahari, mencicipi masakan dan makanan lainnya yang dibawa oleh Emilie dan teman - temannya. Yang membuat piknik ini terasa lebih menyenangkan lagi adalah bukan hanya karena teman - teman Emilie yang sangat ramah, tetapi juga ternyata mereka semua suka dengan Indonesia! Beberapa diantara mereka sudah pernah traveling ke Indonesia, sementara beberapa orang yang lain akan pergi ke Indonesia pada bulan Agustus ini. Senang rasanya begitu mengetahui mereka tahu Indonesia lebih dari itu. Karena kebanyakan orang yang saya temui di Inggris tidak banyak yang tahu tentang Indonesia selain Bali dan Jakarta. Tetapi, Emilie dan teman - temannya memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang Indonesia. Setidaknya mereka tahu mulai dari Aceh, Padang, Yogyakarta, Bromo, Kawah Ijen, Sulawesi, Kalimantan. Makanya, enggak berlebihan kan kalau saya bisa merasa sangat senang dan terlebih lagi terapresiasi dengan kesenangan mereka terhadap Indonesia.

Ini baru salah satu sudut taman, belum semuanya. Bisa lihat kan betapa 'ramai' nya orang - orang yang piknik disana? 

Bocah superlucu yang pertama kali ketemu saya salah ngasih "dadah". Saat ibunya menyuruh dia untuk memberikan salam ke saya, tanpa lihat dulu dimana orangnya, langsung melambaikan tangannya.

"Bukan disitu, tetapi disini". Baru deh bener arah dadah-nya hihi.


Picnic with the Parisians

You are a great host mate, Emilie!

5 Comments

  1. Brave of you to travel alone. Hope one day i'll do the same. :)

    ReplyDelete
  2. Waaaaahhh justru cerita ini nih yg paling ditunggu, di balik 'all the beautiful pictures you took'
    Aaaaa makin pengen backpackingan ke Paris ;) kmrn aku ke sana pake tour & travel, nggak puas menjelajahnya. Kalo pergi sendiri itu lebih berasa kenangannya & blusukannya. Pengen banget ke toko pernik2 ala Paris yg di postingan sebelum ini, pengen naik carousel, pengen tour le macarons juga.. plus masang gembok di jembatan, kali :p
    Thanks for inspiring me, Nazuraaa

    ReplyDelete
  3. @Nydia Anies: thank you Nydia. Surely you will do at the right time! :)

    @Tiananda: hahaha aku takutnya malah kepanjangan cerita-nya. Iyaaa bener banget kata kamu, justru unforgettable moment itu dptnya pas traveling sendirian. hahhaa kalo pake tur mana ada ya yang sampe naik carousel sama ngunjungin toko2 pernik2 gitu hihii X). ayo kesana lagi Tianandaaa :D

    ReplyDelete
  4. Zu! Asli itu serem banget ya bagian yang copet dan dipasangin talinya sama orang item -__-. Baguslah kamu cuman kasih 1 euro! haha. Dan ya, kamu nekat abis ke Paris ga bawa kamus, tapi bawa buku travel Paris khan? (lonely planet or anything?).
    Seru banget itu Emilie dan teman2nya tau dan pernah traveling ke Indonesia..! Dan pikniknya nampak menyenangkan, oh yeah 26C!
    Tapi over all, did Paris meet your expectation?

    ReplyDelete
  5. Hahaha iya emang serem abiiiss, pengalaman paling ga enak selama di Paris deh hufftt. Emang Uun setelah aku pikir2, aku tuh nekat banget ga bawa apa2 bahkan bawa peta Paris aja engga, apalagi Lonely Planet! hahaa. aku cuma ngandelin buku peta jalan Paris dari Emilie sm itinerary yang aku buat sendiri hehehe *jangan kasih tau AyBun yaa Uuun semuanya ini :p

    Iyaa pikniknya menyenangkaann! Gimana yaa, kota ini memorable bgt cuma entah kenapa pas udah disana aku sempet mikir gini "oh, Paris cuma gini doang toh ternyata" hahaha. Banyak hal2 dan tempat2 yang ternyata engga segitunya juga. Tapiii tetep worth to visit kok Uuun. Haruslah kesanaa! :D

    ReplyDelete

Post a Comment