April: The Month of Colors, Flowers, and Friends

Dari awal tahun 2018, saya udah punya feeling yang kuat bahwa waktu akan terasa semakin cepat di tahun ini. Lebih tepatnya sih begitu melihat PhD timeline untuk tahun ketiga ini yang terlihat seperti mengejar - ngejar saya saking banyak-nya target yang juga membutuhkan effort lebih tinggi dari tahun pertama dan kedua. Pada nyatanya, Januari dan Februari terasa berjalan lebih lama dari yang saya bayangkan. Kayanya ada pengaruh juga sih dengan kondisi cuaca dan temperatur yang masih sangat dingin dan bahkan masih bersalju di akhir Februari. Biasanya hard times feel longer than good times, ya kan? Sebaliknya, Maret dan April terasa berlalu begituuu cepat. April sih yang paling bikin saya sampai bilang, "hah, udah minggu terakhir aja nih?!". No kidding, the month has gone by so fast! Bahkan target saya untuk bisa publish lima blog post tiap bulan aja kayanya enggak tercapai nih di bulan ini (walaupun masih ada sedikit kemungkinan sih kalau saya kejar tiga hari ini, heheh). Baik karena riset yang lagi hectic maupun berbagai rencana dengan teman - teman saya, membuat otak ini udah terbagi - bagi fokusnya. Nah, mumpung hari ini adalah hari 'tenang' dan semua to-do-list saya udah dilakukan, saya akan sedikit memberi update tentang apa aja yang dilalui di bulan ini. Dan mengapa April menjadi salah satu bulan favorit saya di tahun ini, terlepas bahwa bulan ini merupakan awal dari musim semi yang sebenarnya.






Kalau diingat kembali betapa dinginnya akhir Maret lalu, rasanya masih enggak percaya di akhir pekan pertama April tiba - tiba aja temperatur naik hingga 25 derajat! Antara senang enggak senang sih. Di satu sisi senang karena akhirnya hangat dan bisa keluar cuma menggunakan satu layer pakaian, namun di sisi lain juga perubahan suhu yang drastis ini agak terlalu ekstrim bagi saya. Maksudnyaaa, enggak bisa gitu naik cuma sampai 22 derajat atau seenggaknya masih ada semilir angin jadi enggak panas banget. BM banget ya, hahah! :))) Anyway, di akhir pekan yang sama, saya dan beberapa teman program doktoral lainnya sudah merencanakan dari sebulan sebelumnya untuk pergi piknik. Lebih tepatnya sih saya dan Mba Vicky, yang sama - sama udah penat dengan riset kami dan enggak sabar pengen jalan - jalan. Haha! Pilihan piknik kali ini adalah Japanse Park, sebuah taman publik di Amstelveen yang terletak di suburb Amsterdam. Konon katanya sih taman ini memang dibuat sebagai simbol kerjasama antara Belanda dan Jepang yang sudah terjalin selama 400 tahun lamanya. Di taman ini juga, setiap awal April (kalau tahun ini jatuh di tanggal 7 April), diadakan Cherry Blossom Festival untuk merayakan datangnya musim semi dan juga sakura yang mulai bermekaran. Berhubung dari awal kami hanya berencana untuk 'hanami', maka kami memutuskan untuk datang tanggal 8 dengan harapan bahwa pengunjung yang datang di tanggal itu enggak sebanyak seperti hari sebelumnya.

Tapi nyatanya pengunjung yang datang di hari itu tetap aja banyak banget! Hampir di setiap spot pasti adaaa aja yang menggelar tikar (atau tanpa alas apa pun) di bawah pepohonan sakura yang berwarna putih dan merah muda. Entah hanya berdua, bersama keluarga atau teman - teman, yang jelas taman ini memang terasa hidup sekali. Ada yang langsung membuka bekal untuk makan siang (seperti kami, haha!), ada yang asik baca buku, ada yang tidur, ada yang main kesana kemari, ada yang foto - foto (meski susah sih buat dapat hasil full-body portrait yang bagus karena terlalu banyak orang *curcol*). Kami menghabiskan waktu di sana sekitar tiga jam dan lanjut ke Amazing Oriental di Delft yang paling lengkap dan terbesar seantero Belanda. Setibanya di sana, kami beli beberapa bahan untuk masak dan.... es krim Durian! Baru pertama kali saya coba es krim Durian di Belanda dan ternyata rasanya enakkk! Setelah itu lanjut ke Pempek Elysha di Den Haag yang terkenal di kalangan orang Indonesia di sini. Pokoknya lengkap banget rasa senangnya di hari itu. Padahal kalau dipikir kan cuma piknik dan makan di kota sekitar Rotterdam. Rupanya perpaduan piknik saat cuaca sedang cerah, teman - teman yang menyenangkan, sakura yang begitu cantik, serta makanan yang enak (ternyata) sudah cukup untuk membuat seisi kepala kembali refreshed dan hati menjadi senang :)





Rencana lainnya yang pasti saya lakukan setiap kali musim semi tiba, seenggaknya sih ketika di Inggris dulu dan dua tahun terakhir di Belanda, adalah sepedaan ke countryside. Semenjak di sini, saya ketagihan buat mengunjungi Lisse untuk tulip hunting. Secara gitu kan yaa di pertengahan April kota ini dipenuhi oleh berbagai ladang tulip lokal yang sedang bermekaran. Lucunya, secara enggak sengaja, saya selalu mengunjungi Lisse dengan tiga teman saya lainnya. Dua tahun lalu bersama teman Planologi (bisa dilihat di postingan ini), sedangkan tahun lalu (yang belum sempat saya posting di sini karena selalu ditunda mulu huhu) saya pergi bersama teman - teman dari IHS. Kali ini saya pergi dengan dua flatmate saya, Wulan dan Noni, serta Nelsa (temennya Wulan yang ternyata adalah teman SMA adik saya! Sungguh dunia sempit sekaliii).

Tapi bedanya, untuk pertama kalinya setelah melewati tiga kali musim semi di Belanda dan selalu bilang ke orang - orang kalau saya lebih suka sepedaan keliling Lisse ketimbang masuk ke Keukenhof yang sangat touristy, tahun ini saya memutuskan untuk melakukan sebaliknya. The one and only reason I did that was just for the sake of curiosity. Alias supaya enggak penasaran lagi aja bentuk taman dan rupa bunga - bunga yang ada di sana seperti apa. Yaaa sebenarnya sih sebelum ke sana juga udah liat foto teman - teman saya yang udah berkunjung lebih dulu. Jadi kurang lebih sebenarnya saya udah ada gambaran kalau si Keukenhof ini sebelas dua belas laaah sama Taman Bunga Nusantara di Puncak. Dan bener aja sih, memang mirip tapi ini versi yang lebih besar, ramai, dan jenis bunga yang ada pun lebih beragam.





Sebenarnya rencana awal kami sempat ingin bersepeda dari Leiden Central Station. Tapi mengingat pengalaman saya tahun lalu sepedaan dan berujung tepar duluan begitu nyampe Lisse, akhirnya kami memutuskan untuk ke Keukenhof aja dan menyewa sepeda di sana. Begitu sampai di Keukenhof yang saat itu super panas dan surprisingly lebih padat dari ekspektasi kami, membuat pergerakan kami pun juga lebih lambat dari rencana awal. Padahal harapan utama kami memilih hari Rabu untuk datang ke sana adalah supaya menghindari gerombolan turis. Eh, enggak taunya tetep aja ramai juga. Yasudahlah yaa memang sudah menjadi resiko mengunjungi salah satu world's top tourist attraction, heuuu! Lalu kesimpulannya, apakah worth it bayar 17 euro buat masuk Keukenhof? Hmm, sejujurnya dari awal sih ku  enggak mengharapkan apa - apa selain bisa foto ala - ala tanpa terlihat kucel dan jilbab berantakan. HAHAH. Karena agak susah yaa buat bisa terlihat cakep di foto kalo abis sepedaan *monmaap ku memang semureh itu aslinya, wkwk*. Selain itu juga ada beberapa spot lucu yang memang sengaja dibuat untuk background foto ala - ala. Tapi sisanya sih sejujurnya B(iasa) aja sih. Ku tetep menjadi tim "sepedaan keliling Lisse buat mengunjungi ladang tulip lokal" ketimbang masuk ke Keukenhof. Cuma yaa balik lagi sih, sekali seumur hidup bayar buat masuk ke sana rasanya enggak apa - apa. Biar enggak penasaran aja :)





Saya lupa pastinya kapan pembicaraan tentang rencana 'liburan bareng sebelum puasa' mulai muncul  antara saya dan Likha, junior saya di Planologi ITB yang saat ini lagi mengambil program master di jurusan yang sama dengan saya. Mulai dari awalnya ingin ke Southern France namun setelah pertimbangan ini-itu, malah jadi berbelok ke Italy. Berhubung masih ada satu kota yang dari dulu dimasukkan ke dalam bucket list saya dan belum sempat dikunjungi saat road trip Italy dua tahun lalu, maka saya setuju dengan ide ke sana. Apalagi masih sama - sama negara Mediterania, yang menyuguhkan dua hal utama yang enggak ada di Belanda: pegunungan dan pantai (perlu ditekankan definisi pantai di sini adalah pantai yang hampir mendekati "standar" laut yang ada di Indonesia). Dan sesungguhnya, seperti yang sudah saya ungkapkan berkali - kali di sini maupun di Instagram, melewati winter yang begitu dingin dan panjang membuat saya ingin sekali pergi ke pantai dan memiliki warna selain monokrom. Dan entah kenapa, setelah menonton Call Me by Your Name, hasrat untuk ke Italy semakin besar :))





Berhubung lagi sama - sama sibuk, rencana trip ini seperti 'antara ada dan tiada'. Sampai akhirnya awal April dibicarain lagi, kali ini bersama dua "Plano(logi) babes" lainnya yang juga ikut trip ini. Dan tanpa babibu kami langsung beli tiket pesawat yang paling murah. Alhamdulillah banget meskipun tinggal H-18, kami masih bisa menemukan tiket PP dari Belanda ke Italy dengan total 76 Euro! Padahal biasanya dengan harga segitu hanya untuk sekali jalan, bahkan enggak jarang bisa mencapai ratusan. Setelah itu kami pun mulai menyusun itinerary selama enam hari. Nah, karena dari awal tujuan utama saya hanya untuk ke Venice dan ingin melihat pantai, saya memutuskan buat extend di Venice hingga tiga malam. Sedangkan tiga Plano Babes lainnya sudah berangkat ke kota lain dan kami bertemu lagi di Cinque Terre pada hari keempat. Biasanya sih saya paling enggak mau ke tempat yang udah pernah saya kunjungi sebelumnya, tapi berhubung dua tahun lalu ketika saya ke Cinque Terre waktunya sangat terbatas dan kurang puas mengeksplore desa - desa di sana, saya pun setuju aja buat stay dua malam. Toh, pemandangan desa warna - warni dengan berlatarkan pegunungan hijau dan laut biru rasanya enggak akan pernah membosankan, yegak? Ahh, nanti deh di postingan terpisah akan saya ceritakan lebih banyak tentang perjalanan ke Italy ini yaa, terutama tentang Venice dan Burano! ;)





Kalau ada kata - kata yang menggambarkan cerita saya di bulan April tahun ini, maka saya memilih: warna, bunga, dan teman. Tiga hal yang berbeda tapi sama - sama bikin saya senang dan sudah lama saya nantikan sejak awal tahun ini. April membuat saya hampir lupa rasanya musim dingin yang begitu menusuk, begitu panjang, serta kadang membuat sekeliling saya terasa sangat sepi. Dan sejujurnya, ada perasaan sedih ketika mengetahui bahwa April akan segera usai. Ketika berbagai jenis bunga dengan rupa dan warna akan segera terganti dengan dedaunan hijau. Ketika angin semilir musim semi akan terganti dengan udara kering musim panas. Ketika waktu akan terasa lebih cepat berlalu hingga mencapai waktu di mana musim gugur hampir tiba dan segalanya akan kembali berubah. Tapi kata orang bijak, enggak usah terlalu banyak memikirkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang maupun apa yang udah terjadi di masa lalu. "Be present and live in the moment", they said. Meskipun enggak bisa selalu dan sepenuhnya hidup dalam masa kini, April adalah salah satu waktu di mana saya banyak melalui hari untuk menikmati dan mensyukuri apa yang sedang saya rasakan, lihat dan hirup. Semoga April juga menyenangkan buat kalian, yaa! :)

0 Comments