Enggak terasa udah sembilan hari saya di Skandinavia dan akhirnya sampai juga di pemberhentian terakhir sebelum kembali ke Rotterdam! Antara sedih dan senang sih... karena sejujurnya perjalanan ini udah mulai terasa semakin melelahkan. Faktor U memang enggak bisa bohong yaa, baru sembilan hari aja rasanya udah jompo badan ini :)) Tapi dari pengalaman saya traveling sebelumnya pun, begitu udah melewati seminggu pasti udah mulai berkurang bahagianya. Makanya bagi saya waktu paling lama di jalan adalah sepuluh hari. Yaaa, mentok - mentok bisa dua minggu lah. Kalau udah lebih dari itu, pasti udah enggak terasa menyenangkan lagi. Sekalipun menetap di satu kota yang sama dalam beberapa hari dan stay di hotel atau Airbnb yang nyaman, bagi saya enggak ada yang mengalahkan rasa nyaman berada di rumah sendiri.
Stockholm, 29 Desember 2017. Destinasi pertama yang ingin saya datangi hari ini adalah SoFo, sebuah district yang terkenal sebagai home for many Swedish creative industries. Tapi begitu turun dari bus dan mengikuti papan petunjuk arah yang tertera di jalan akibat sedang ada perbaikan, ujung - ujungnya bukan diarahkan ke Sofo namun malah arah sebaliknya. Dan justru membawa saya ke destinasi kedua di daftar yang akan saya kunjungi hari ini, yaitu Gamla Stan atau Old Town. Berhubung udah terlanjur, saya memutuskan untuk mengeksplore bagian kota tua Stockholm yang memang terkenal cantik. Awalnya saya enggak berekspektasi apapun karena merasa yaa paling kota tua isinya enggak akan jauh beda dari kebanyakan kota tua di Eropa lainnya. Tapi nyatanya Gamla Stan berhasil menyihir saya sampai rela menghabiskan sebagian besar waktu saya hari ini hanya untuk berjalan kaki mengelilingi tempat ini. Enggak berlebihan ternyata kalau sisi kota tua Stockholm ini hampir selalu menjadi hal pertama yang direkomendasikan oleh orang - orang, baik dari teman - teman saya yang udh pernah ke sini maupun dari blog.
Sambil terus berjalan dan sesekali memandangi instalasi toko yang sebagian besarnya juga dihiasi oleh dekorasi Natal, sampailah saya di persimpangan yang salah satunya mengarahkan saya ke Stortorget, sebuah square yang dikelilingi oleh gedung warna - warni dengan bentuk yang super menggemaskan. Tapi sebelum itu, tiba - tiba ada yang memanggil nama saya. Dan benar aja dugaan saya, mereka adalah beberapa teman satu jurusan saya yang juga sedang liburan ke sini. Sebenernya saya pun udah sempat kepikiran apakah akan ada satu waktu yang mana saya akan bertemu dengan mereka, tapi enggak nyangka aja beneran bertemu tanpa janjian dulu sebelumnya. Ternyata Stockholm sempit juga ya. Di antara berbagai tempat dan kerumunan orang - orang, masih aja bisa ketemu! :3
Setelah berjalan mengelilingi Gamla Stan cukup lama, dan tampaknya temperatur mulai turun lagi ketika hari semakin sore, saya mulai merasa terlalu kedinginan. Buru - buru saya mencari tempat untuk menghangatkan diri sekaligus buat Fika, sebuah tradisi Swedish yang berarti "taking time to slow down". Sebenarnya sih tanpa sadar selama perjalanan ini hampir tiap hari saya udah melakukan Fika, yang cenderung dilakukan dengan minum kopi (atau minuman manis lainnya) sambil ditemani makanan manis seperti Kanelbullar (cinnamon rolls). Langsung aja saya teringat satu rekomendasi tempat oleh mas Marlo, yaitu Chokladkoppen, yang letaknya di bawah salah satu gedung kuning di Stortorget. Dari luar memang udah terlihat cantik banget dan ternyata begitu masuk ke dalam pun tempatnya terasa cozy banget; meski sayangnya kecil dan sangat terbatas jumlah meja dan tempat duduknya. Sekilas rasanya hanya mampu menampung enggak lebih dari 20 orang. Tapi mungkin itu yang membuat tempat ini jadi spesial. Dengan lampu remang - remang, kursi kecil, serta dekorasi tua dengan jarak antar meja yang berdekatan satu sama lain, langsung mengingatkan saya juga dengan konsep Hygge. Memang sih seringkali Hygge juga dikaitkan dengan kenyamanan yang muncul bersama orang - orang terdekat. Namun entah saat itu walaupun sendirian, mungkin karena tempatnya yang kecil dan nyaman, saya enggak merasa kesepian atau kikuk gitu. Oh iya, di saat itu juga saya baru menyadari kalau Swedish menyajikan kopi dalam gelas yang kecil banget. Dan lucunya, Kanelbullar yang disediakan justru besar banget sampai saya hanya mampu makan setengah-nya! Agak kurang paham juga kenapa ukurannya enggak medium aja untuk keduanya ya :))
Alasan itu juga yang membuat akhirnya hanya beberapa yang saya masukkan ke dalam daftar must-visit (dan ujungnya semakin sedikit pula jumlah tempat yang berhasil dikunjungi), terlepas dari banyak banget sebenarnya tempat yang terlihat menarik di Stockholm yang ingin saya kunjungi. Selain udah capek, beberapa hari kemarin juga bawaannya tergesa - gesa dan mobilitas yang tinggi dari satu kota ke kota lain. Jadi sekarang bawaannya pengen santai aja dan saya juga enggak ambisius buat memasukkan banyak destinasi selama tiga setengah hari di sini. Bahkan totalnya hanya ada lima tempat yang berhasil saya kunjungi, yaitu keliling beberapa metro 'art' station (T-Centralen, Stadion, Kungstradgarden, Tenstra, Solna Strand), Gamla Stan, Nobel Museum, (the world's largest) IKEA, Museum of Modern Art, dan Stockholm Public Library. Bagi saya semua tempat tersebut recommended banget buat dikunjungi. Cuma kali ini saya hanya akan membahas satu tempat favorit saya di Stockholm, yaitu Gamla Stan. It's the only place in Stockholm - even Sweden - that every time I think about it I get butterflies in my stomach.
Sambil terus berjalan dan sesekali memandangi instalasi toko yang sebagian besarnya juga dihiasi oleh dekorasi Natal, sampailah saya di persimpangan yang salah satunya mengarahkan saya ke Stortorget, sebuah square yang dikelilingi oleh gedung warna - warni dengan bentuk yang super menggemaskan. Tapi sebelum itu, tiba - tiba ada yang memanggil nama saya. Dan benar aja dugaan saya, mereka adalah beberapa teman satu jurusan saya yang juga sedang liburan ke sini. Sebenernya saya pun udah sempat kepikiran apakah akan ada satu waktu yang mana saya akan bertemu dengan mereka, tapi enggak nyangka aja beneran bertemu tanpa janjian dulu sebelumnya. Ternyata Stockholm sempit juga ya. Di antara berbagai tempat dan kerumunan orang - orang, masih aja bisa ketemu! :3
Satu hal paling mengesankan dari Gamla Stan adalah setiap jalannya yang memiliki karakter yang berbeda. Ketika memasuki jalanan utama, terlihat lebih banyak toko souvenir dan pernak pernik lucu khas Sweden yang jelas sekali ditujukan untuk para turis. Namun begitu mulai memasuki salah satu jalanan kecilnya, perlahan mulai terasa sunyi. Begitu juga dengan pemandangan di sekeliling saya, yang awalnya diisi oleh pertokoan modern, mulai tergantikan dengan secondhand shops dan toko antik. Dan taulah ya, bagi saya yang penyuka barang vintage dan secondhand, pastilah semakin bahagia begitu menemukan beberapa jalan ini. Salah satunya bernama Köpmantorget atau "Merchant's Square". Begitu sampai di tempat ini, saya langsung teringat dengan Budapest, Praha, Salzburg, dan Colmar. Entah gaya arsitektur dan warna setiap bangunannya, entah dekorasi Natal yang terpampang di hampir setiap toko yang saya lalui, entah jalan berbatuannya; yang jelas suasananya langsung terasa lebih magis. Lagi - lagi, saya jadi merasa sedang berada di sebuah film. Kali ini yang terlintas di pikiran saya adalah Mickey's Christmas Carol dan Anastasia, dua film favorit saya ketika masih kecil. Padahal saya enggak bisa ingat bagian mananya yang mirip dengan kedua film tersebut :)) Ah, siapa yang menyangka ternyata sore ini menjadi salah satu sore teristimewa di bulan Desember ini. Terima kasih sudah menjadi kota penutup paling manis di perjalanan kali ini, Stockholm.
Aku terhibur bacanya :') kak.. Selalu ingat yah kalau kamu termasuk orang yg beruntung bisa explore bbrp kota di dunia dgn keindahan seperti itu... Hihi
ReplyDeleteErnyyy. Makasih yaa buat comment dan reminder kamu. Iyaa meskipun enggak gampang sampai ke tahap sekarang, tapi itu jg salah satu hal yg aku syukuri, yaitu trade off buat bs explore tempat2 baru :')
Delete