Porto: The Most Surprising One

Wow. Saya kaget sendiri begitu menyadari bahwa ternyata wacana saya buat menulis tentang perjalanan ke Portugal dan Spanyol sudah tertunda hampir setahun lamanya! Iya, akhir tahun lalu saya udah sempat menulis prolog tentang perjalanan ini, namun terputus karena enggak lama setelah itu saya malah terbawa mood buat menulis tentang solo trip ke Skandinavia. Eh, ternyata untuk menyelesaikan postingan Skandinavia aja udah butuh beberapa bulan! Belum lagi dengan berbagai hal baru yang datang dalam hidup saya, semakin terlupakanlah cerita tentang perjalanan ini. Padahal ini adalah salah satu perjalanan paling berkesan bagi saya, yang rasanya sayang untuk dilewatkan begitu aja. Dan lucunya, mood buat menulis perjalanan ini baru datang justru ketika saya sudah mau melakukan solo trip lagi. Sepertinya kali ini saya terlalu takut untuk menunda tulisan perjalanan ini lebih lama... karena jika saya enggak melakukannya sekarang, mungkin akan butuh waktu setahun lagi untuk kembali menulisnya.





Sejujurnya sih, Portugal enggak ada di dalam daftar prioritas negara yang ingin saya kunjungi di Eropa. Mungkin karena letaknya yang jauh di ujung barat Eropa, cenderung terisolasi, makanya membuat Portugal jadi terasa lebih asing. Jadi hampir pasti sih kalau bukan karena kebutuhan konferensi, saya enggak akan mengunjunginya secepat itu. Apalagi kalau belum mencoret beberapa negara lainnya yang lebih menarik buat saya. Tapi begitu mendengar nama Porto, saya langsung teringat Bhela, teman kuliah saya di ITB yang sempat mengambil kuliah master di sana beberapa tahun lalu. Dulu sewaktu Bhela masih kuliah di sana, saya sempat membaca beberapa postingan tentang Porto, yang juga akhirnya meyakinkan saya untuk berani mengambil conference di sana. Thanks to Bhela, dari cerita di blog-nya saya mendapatkan persepsi lain kalau ternyata Portugal, dibalik wajah asingnya, memiliki berbagai hidden treasure yang belum diketahui oleh banyak orang, terutama orang awam seperti saya ini.






Cuma ternyata baik blog Bhela maupun blog lainnya, belum bisa menjelaskan keistimewaan Porto yang sesungguhnya. Tetap aja begitu melihat Porto dalam wujud aslinya, amazement level saya langsung naik berkali lipat! Dan yang bikin saya lebih puas lagi, karena Bunda juga merasakan hal yang sama, bahkan hingga hampir dua tahun sejak kami berkunjung ke sana. "Wah ingat Porto, kota cantik yang paling enak rasanya". Begitu balasan Bunda ketika seminggu yang lalu menerima beberapa kiriman foto - yang juga terpampang di postingan ini. Meskipun awalnya beliau sempat bertanya "Dimana ini?", tepatnya sebelum saya mengeluarkan foto bacalhau. Ah, tampaknya bagi Bunda, ikan kod lebih berkesan ketimbang Livraria Lello - foto yang pertama kali saya kirim hingga membuat beliau sampai melontarkan pertanyaan tersebut. Tapi enggak salah sih, karena memang salah satu highlight perjalanan kali ini adalah m-a-k-a-n-a-n! Saya jadi ingat respon pertama kali dari Luciana dan Satya, kedua teman saya yang sudah sangat familiar dengan Portugal. "Poeti, please don't watch your weight during your trip!". Alias, mereka mengingatkan saya untuk enggak peduli dengan berat badan saya selama di sana karena makanan di sana begitu lezat dan murah! Kata mereka, tiga hal yang enggak boleh dilewatkan ketika di Portugal adalah bacalhau (ikan kod asin), pastel de nata (egg tart), dan wine. Tapi karena saya enggak bisa mencoba wine di sana, jadi yang saya rekomendasikan - selain bacalhau dan pastel de nata - adalah pastries. Apalagi buat kamu yang punya sweet tooth seperti saya, siap - siap dibuat ngiler setiap melewati pastry shop dengan jejeran berbagai bentuk kue dan roti yang rasanya ingin dicoba semua! 








Ngomong - ngomong soal respon Bunda soal foto yang saya kirim, sejujurnya bagi saya pun, makanan yang kami coba selama di Porto lebih berkesan dari sebuah toko buku yang menyandang gelar "one of the oldest and most beautiful bookshops in the world". Karena pada nyatanya, Livraria Lello lebih cocok dibilang sebagai tourist destination ketimbang toko buku. Dari foto yang saya upload di sini sih terlihat sepi, padahal aslinya... buat jalan aja susah! Apalagi begitu mau naik tangga, yang menjadi spot paling populer, ramainya bukan main oleh orang yang foto sana - sini. Not to mention, buat masuk ke toko ini, kami harus beli tiket seharga 4 euro! Tapi seenggaknya sih kami enggak perlu mengantri untuk masuk. Dari blog lain yang sempat saya baca, ternyata kalau lagi kurang beruntung mereka harus mengantri dulu hingga jumlah pengunjung di dalam sudah berkurang. Seandainya bukan menjadi destinasi para turis seperti sekarang, mungkin saya bisa lebih percaya dan paham kalau toko buku ini dulunya merupakan salah satu tempat yang menginspirasi J.K.Rowling saat beliau tinggal di Porto. 






I initially came to Porto just for attending a conference. But after spending five nights, I realised this city deserves more recognition than it does now. Delicious food (not to mention cheap), friendly people, pretty tiles, and stunning architecture. I'll definitely be back! 

3 Comments

  1. Duuuuuh cantik banget yaa zu. Jadi pengen balik ke Portugal dan mampir di Porto. Setuju banget perut bener-bener dimanjakan pas di Portugal. Dompet pun amaaan. hehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Miraaa, kamu mesti ke sana sih next time kalo ke Portugal lagi. Sama - sama cantik kaya Lisbon, tapi beda cantiknyaa. Dan pastinya buat makan enak murah meriah X))

      Delete
  2. What's up i am kavin, its my first occasion to commenting anyplace, when i read this piece of writing i
    thought i could also make comment due to this brilliant article.

    ReplyDelete

Post a Comment