Reproduction of Happiness #91: Filmora

Dulu saya sering bertanya - tanya kenapa banyak orang yang saya kenal akhirnya meninggalkan hobi mereka seiring bertambahnya usia. Mulai dari beberapa teman kuliah yang dulunya jauh lebih bersemangat untuk hunting foto dan bereksperimen dengan kamera ketimbang saya, namun semenjak mereka lulus hingga sekarang tidak meninggalkan jejak satu pun bahwa mereka dulunya adalah seorang photography enthusiast. Ada juga beberapa teman yang juga sama - sama suka blogging, yang pada awalnya masih konsisten menulis, namun akhirnya blog mereka enggak aktif lagi. Apakah mereka sudah bosan dengan hobi mereka? Atau mereka terlalu sibuk dengan prioritas dan rutinitas mereka sehingga sudah tidak ada waktu untuk melakukan hobi mereka? Atau mereka sudah menemukan hobi baru yang membuat mereka kehilangan ketertarikan dengan hobi mereka yang lama? 

Sampai akhirnya saya pun memasuki fase tersebut: meninggalkan hal - hal yang dulunya menjadi hobi saya selama bertahun - tahun. Entah sejak kapan persisnya, rasa semangat saya untuk menulis di sini semakin lama semakin menghilang. Saya pun merasa semakin detached dengan blog saya sendiri. Awalnya karena enggak ada hal yang ingin ditulis – atau lebih tepatnya saya menganggap apa yang ingin ditulis itu enggak penting. Jadinya beberapa kali sempat ingin menulis, hampir selalu berujung enggak jadi. Dan ternyata hal ini memberikan efek domino. Begitu menundanya sekali, keraguan saya untuk menulis semakin membesar yang membuat saya semakin malas dan takut untuk menulis, dan akhirnya justru meninggalkan blog ini jadi berdebu.


Salah satu tulisan yang beberapa kali ingin saya tulis adalah terkait Reproduction of Happiness yang dibuat pertama kali sejak tahun 2015, berisi tentang hal - hal yang mengingatkan saya untuk do not take things for granted. Ironisnya, terakhir kali saya menulis #ROH ini setahun yang lalu! :)) Padahal banyak banget hal yang ingin saya tulis dari beberapa bulan lalu. Mulai dari neighborhood tempat saya tinggal terakhir kali di Rotterdam, perpustakaan kampus saya, toko buku di Den Haag dan beberapa toko buku yang pernah saya kunjungi lainnya, masak bareng suami (yang ternyata bikin lebih semangat buat mengeksplore resep baru ketimbang kalau saya masak sendiri), beberapa buku terakhir yang saya baca, bersih - bersih rumah dan decluttering, nonton drakor yang akhirnya bikin saya ngebucin lagi (setelah hampir  dua tahun lamanya enggak ngebucin. HEHE), dan masih ada beberapa hal lainnya yang sebenernya pengen banget saya tulis. Tapi ya itu, setiap kali mau menulis langsung mikir, "duh ini enggak penting deh buat ditulis". Sampai akhirnya hari ini niat saya justru terkumpul karena hobi lain yang lagi saya tekuni kembali, yaitu video editing. Buat yang satu ini lumayanlah seenggaknya ada informasi yang mungkin bisa bermanfaat buat kamu - kamu yang juga suka mengedit video. :))


Jadi ceritanya belakangan ini saya lagi semangat banget buat ngedit footage yang udah saya kumpulkan hampir setiap kali traveling selama empat tahun silam. Tapi di sisi lain, saya enggak lagi nyaman menggunakan Adobe Premiere Pro, video editing software yang sudah saya pakai sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Isu utamanya terletak di software-nya yang bikin laptop jadi lemot setiap kali mengedit. Apalagi kalo footage yang diupload banyak, laptop saya pasti cepat panas dan mesinnya berbunyi kencang. Lalu sekitar sebulan yang lalu saya iseng - iseng nanya lewat Insta Story tentang rekomendasi software buat ngedit video. Dari situlah saya ketemu sama Filmora dan langsung jatuh hati banget! Saking sukanya, saya jadi pengen sharing sedikit tentang Filmora serta alasan kenapa mengedit video jadi lebih menyenangkan semenjak menggunakan software ini :)



Hal pertama yang bikin saya langsung suka dengan Filmora adalah bentuk timeline serta format yang mirip dengan Premiere Pro. Ini ngaruh banget karena bikin saya mudah beradaptasi dan enggak perlu belajar dari nol lagi :)) Selain itu kelebihan Filmora dari Premiere adalah hasil videonya yang enggak terlalu besar ukurannya tapi kualitas gambarnya masih bagus banget (sejauh ini maksimal 50MB untuk HD720). Terus yang enggak kalah penting Filmora ini enggak bikin laptop jadi mudah panas dan lemot, yang artinya software ini enggak "seberat" Premiere. 


Hal lainnya yang saya suka dari Filmora dan enggak ditemukan di software lain adalah fitur yang banyak dan semuanya dikemas dalam bentuk yang sangat user friendly! Mulai dari preset, penambahan subtitle/title/credit (lengkap dengan berbagai template dan font yang gemasss), music background, animasi, hingga split screen (format membagi layar menjadi ke beberapa bagian). Terakhir, dari segi harga, Filmora jatuhnya lebih murah ketimbang Adobe. Untuk lifetime plan Filmora harganya 60 Euro, sedangkan paket Adobe harganya  132 Euro untuk annual plan. Jauh banget kan bedanya!


Oh iya, buat kamu yang penasaran dengen Filmora bisa langsung download gratis di websitenya (https://filmora.wondershare.com). Mereka cuma minta kita buat berlangganan ketika di tahap terakhir, di mana video yang udah diedit mau kita export. Di sini mau enggak mau pasti mesti beli salah satu plan-nya (monthly, annual, lifetime), kecuali kalau kamu enggak masalah dengan watermark Filmora segede gaban di tengah - tengah video kamu :)) Selamat mencoba!

6 Comments

  1. Uni ... filmora itu gak bisa dipake di hp? Aku kira filmora aplikasi di play store gitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku pernah liat ada yang pake Filmora Go... tapi aku sih engga pernah pake/download. Coba aja dicek mbaa

      Delete
  2. Suka banget sama videonya.

    Pantesan aku tengok beberapa kali, gak ada update apapun di blog ini.
    Semoga sehat selalu, mbak ozu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi makasih mbaa yunita. kamu pun sehat sehat yaaa :)

      Delete
    2. Makasih Erny, kok kamu selalu sweet sih! <3 sehat sehat yaa bumilll

      Delete
  3. Aku juga pakai Filmora lho kak Ozu karena alasan yang sama dan jauh lebih praktis. I'm in a bad mood, baca tulisan ini dan lihat videomu jadi mood booster tersendiri bagiku.

    ReplyDelete

Post a Comment