Sabtu lalu, saya bersepeda ke centrum (pusat kota) untuk sekedar menikmati hal - hal yang sudah lama enggak saya lakukan. Maklum, enggak setiap akhir pekan saya bisa ke centrum. Apalagi mengingat jaraknya yang cukup jauh dari tempat tinggal saya. Entah itu bersepeda atau naik transportasi publik, dua - duanya memakan waktu sekitar 30 menit. Cukup jauh kan? Itu pun saya bersepeda dengan sudah mengambil jalan pintas. Melewati taman besar di dekat apartemen saya, lalu terusss aja mengikuti jalur sepeda sampai bertemu pom bensin Esso, kemudian lalu belok kiri dan lurus terus sampai akhirnya muncul di Coolsingel. Sebuah district di pusat kota yang berisi toko - toko serta kafe yang selalu menggugah selera saya untuk mencobanya suatu hari nanti. Oh iya, sebelum tiba di Coolsingel, saya pasti melewati Avenue Concordia. Ini adalah salah satu neighborhood yang enggak pernah enggak menyita perhatian saya karena suasananya, bangunannya, dan hal lain yang tidak bisa dijelaskan, yang membuat tempat ini istimewa. Banyak orang bilang kalau ini salah satu neighborhood tercantik di Rotterdam. Dan saya pun tidak menyangkalnya.
Kerongkongan saya sudah mulai terasa kering. Waktunya untuk segera ke sebuah kafe kecil yang sudah lama saya taksir tapi belum juga saya kunjungi. Namanya Sherlock’s Place. Letaknya dekat dengan Blaak Market. Lebih tepatnya berada di belakang sebuah gereja tua, Laurenskerk, yang juga merupakan satu - satunya gereja Gothic yang tersisa di Rotterdam setelah World War II. Saya lupa pastinya kapan, tapi suatu kali saya sempat berjalan melewati kafe kecil yang dari luar terlihat nyaman untuk dikunjungi, meski hanya seorang diri. Dari luar terlihat ada beberapa orang sedang mengobrol, sambil menikmati sinar matahari yang sempat hilang selama beberapa hari kemarin. Begitu saya masuk, ternyata sepi! Ahhh, lega. Di meja yang satu, ada dua orang yang sedang mengobrol, sedangkan di meja lainnya diisi oleh seorang nenek yang sedang asik membaca buku. Lalu di seberangnya ada seorang wanita tengah baya yang sedang duduk sambil melihat ke arah saya, kemudian berdiri menghampiri saya untuk memberikan menu. Sebelum melihat menu pun, saya sudah tau apa yang mau saya pesan. Tapi mengecek kembali hanya untuk make sure bahwa minuman yang ingin saya pesan memang tersedia. Saya berdiri dan menghampiri wanita tersebut untuk memberi tahu pesanan saya, yang dibalas, "Someone will come to your table". Sambil memegang lengan saya, ia tersenyum. Saat itu, saya agak bingung kenapa enggak langsung dipesan olehnya. Padahal sebelumnya saya udah bilang ingin memesan ijs melk koffie. Namun, akhirnya sebelum wanita tersebut beranjak pergi, saya baru menyadari bahwa ia juga seorang customer, yang terlihat sudah sangat dekat dengan pemilik kafe ini. Sebelum pergi, ia kembali tersenyum. Saya ingin meminta maaf, tapi akhirnya saya urungkan niat saya. Mungkin ia bisa memahami kenapa saya awalnya mengira dia adalah pemilik tempat ini.
Enggak menyangka, kurang lebih 45 menit saya duduk di kafe tersebut. Padahal hanya membaca majalah Flow yang tersedia di kafe tersebut. Ehm, lebih tepatnya hanya melihat foto dan gambar yang ada di dalamnya karena sayangnya majalah tersebut dalam Dutch, bukan yang versi English. Dilanjutkan menulis tentang hal yang sempat terlupakan dan tiba - tiba datang dalam benak saya. Kemudian melihat sebentar ke sisi lain kafe ini yang mana ada sebuah rak cukup besar berisi beberapa buku bekas dan pernak - pernik lainnya. Oke, sudah saatnya pulang! Destinasi saya untuk hari ini sudah dikunjungi semua.
Tapi ternyata... belum selesai, deng. Dasar emang mudah terbujuk oleh rasa penasaran saya sendiri. Begitu di jalan pulang dan melewati salah satu vintage store kesukaan saya, Tony's Garage Sale, ternyata kini sudah berubah nama menjadi Old North Interiors. "Ada apa ini? Baiklah, mari cek ke dalam!", begitu pikir saya. Ternyata tetap sama seperti sebelumnya. Tetap menggemaskan. Yang berubah hanyalah susunannya. Selain itu, tempat untuk furniture menjadi lebih luas, sedangkan tempat untuk menjual pakaian menjadi lebih kecil. Mungkin mereka ganti nama karena untuk menunjukkan bahwa saat ini mereka lebih fokus ke furniture. Mungkin.
Akhirnya saya melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini beneran pulang. Mengayuh, mengayuh, mengayuh. Dan akhirnya sampai di Kralingse Bos, taman terbesar di Rotterdam, yang juga menunjukkan kalau apartemen saya sudah dekat. Mungkin sekitar lima menit bersepeda. Taman yang udah seperti hutan. Ibaratnya kalau di Bandung seperti Tahura Juanda, kalau di Bogor seperti Kebun Raya Bogor. Kebayang kan? Jadi ini bukan seperti taman kota biasanya. Sambil melewati, saya melihat keluarga yang sedang berjalan menyusuri pinggir danau. Anak kecil bermain sepeda bersama ibunya. Sepasang kekasih yang sedang rebahan di atas kain yang sengaja digelar untuk menjadi alas. Seorang perempuan yang sedang bersandar di salah satu pohon sambil menikmati pemandangan di danau di depannya. Dan saat itu, saya terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Udah lama juga enggak duduk santai di taman ini. Rasanya terakhir kali itu sekitar hampir lima bulan yang lalu, sebelum Ramadhan. Waktu yang tepat untuk menikmati cuaca yang sedang bagus, sambil melanjutkan kembali buku yang sudah sejak dua bulan lalu saya beli tapi belum juga selesai dibaca.
Sambil terus mengayuh, seperti biasanya, saya berusaha melihat ke sekeliling saya, memperhatikan apa yang kadang sering terlewati tanpa sadar. Sampai akhirnya saya tiba di suatu plaza, yang di dekatnya ada sebuah toko roti terkenal, Jordy’s Bakery. Nah kan, entah ini tokonya baru pindah atau saya aja yang beberapa kali melewati jalanan ini tapi enggak sadar kalau mereka buka cabang di sini? Langsung aja saya berhenti dan memakirkan sepeda di depannya. Begitu masuk, tanpa ragu saya memesan favorit saya, Cheesecake Brownie, untuk take away. Sebenarnya saya belum lapar. Tapi bisa jadi alasan untuk berhenti karena ini kali pertama saya ke toko mereka yang di sini. Biasanya saya membeli di cabangnya. Ternyata tempatnya lebih nyaman! Desainnya minimalis tapi terasa sekali suasana home-bakery. Entah kenapa, langsung mengingatkan saya dengan Mom's Bakery di Bandung. Terlepas dari tempat mereka yang sebenarnya enggak ada mirip - miripnya sama sekali.
Saya kembali mengayuh sepeda hingga akhirnya sampai di destinasi pertama saya hari ini, yaitu Blaak Market. Saya udah pernah menjelaskan tentang pasar ini di postingan ini, yang terkait dengan #ROH juga. Sekilas, enggak ada yang istimewa dari pasar yang menjual beragam macam keperluan dari A - Z, dari keju, sayuran, buah, bunga, ikan, pakaian, hingga perkakas rumah tangga. Tapi bagi saya yang jarang bisa menikmati keberadaan open-air market seperti ini di Indonesia dan juga fakta bahwa berbagai sayuran dan buah - buahan di sini lebih segar dan murah ketimbang di supermarket, pastilah ada kebahagiaan tersendiri ketika berbelanja di sini. Cuma satu hal yang kurang sreg: pasar ini sangat ramai sekali! Saya suka ramai, tapi enggak seperti ini yang sampai harus berdempetan untuk berjalan melewati lautan manusia. Apalagi dengan matahari yang terik dan temperatur yang kembali ke 20-an, saya enggak mau berlama - lama di luar. Langsung aja saya mencari beberapa barang yang udah ada di dalam daftar belanja saya. Terong. Kacang Panjang. Pisang. Lemon. Hmm, oke. Selesai! Iya, karena dari awal saya sudah berencana untuk ke tempat lain, saya sengaja untuk tidak kalap belanja hal di luar list saya :))
Kerongkongan saya sudah mulai terasa kering. Waktunya untuk segera ke sebuah kafe kecil yang sudah lama saya taksir tapi belum juga saya kunjungi. Namanya Sherlock’s Place. Letaknya dekat dengan Blaak Market. Lebih tepatnya berada di belakang sebuah gereja tua, Laurenskerk, yang juga merupakan satu - satunya gereja Gothic yang tersisa di Rotterdam setelah World War II. Saya lupa pastinya kapan, tapi suatu kali saya sempat berjalan melewati kafe kecil yang dari luar terlihat nyaman untuk dikunjungi, meski hanya seorang diri. Dari luar terlihat ada beberapa orang sedang mengobrol, sambil menikmati sinar matahari yang sempat hilang selama beberapa hari kemarin. Begitu saya masuk, ternyata sepi! Ahhh, lega. Di meja yang satu, ada dua orang yang sedang mengobrol, sedangkan di meja lainnya diisi oleh seorang nenek yang sedang asik membaca buku. Lalu di seberangnya ada seorang wanita tengah baya yang sedang duduk sambil melihat ke arah saya, kemudian berdiri menghampiri saya untuk memberikan menu. Sebelum melihat menu pun, saya sudah tau apa yang mau saya pesan. Tapi mengecek kembali hanya untuk make sure bahwa minuman yang ingin saya pesan memang tersedia. Saya berdiri dan menghampiri wanita tersebut untuk memberi tahu pesanan saya, yang dibalas, "Someone will come to your table". Sambil memegang lengan saya, ia tersenyum. Saat itu, saya agak bingung kenapa enggak langsung dipesan olehnya. Padahal sebelumnya saya udah bilang ingin memesan ijs melk koffie. Namun, akhirnya sebelum wanita tersebut beranjak pergi, saya baru menyadari bahwa ia juga seorang customer, yang terlihat sudah sangat dekat dengan pemilik kafe ini. Sebelum pergi, ia kembali tersenyum. Saya ingin meminta maaf, tapi akhirnya saya urungkan niat saya. Mungkin ia bisa memahami kenapa saya awalnya mengira dia adalah pemilik tempat ini.
Enggak menyangka, kurang lebih 45 menit saya duduk di kafe tersebut. Padahal hanya membaca majalah Flow yang tersedia di kafe tersebut. Ehm, lebih tepatnya hanya melihat foto dan gambar yang ada di dalamnya karena sayangnya majalah tersebut dalam Dutch, bukan yang versi English. Dilanjutkan menulis tentang hal yang sempat terlupakan dan tiba - tiba datang dalam benak saya. Kemudian melihat sebentar ke sisi lain kafe ini yang mana ada sebuah rak cukup besar berisi beberapa buku bekas dan pernak - pernik lainnya. Oke, sudah saatnya pulang! Destinasi saya untuk hari ini sudah dikunjungi semua.
Tapi ternyata... belum selesai, deng. Dasar emang mudah terbujuk oleh rasa penasaran saya sendiri. Begitu di jalan pulang dan melewati salah satu vintage store kesukaan saya, Tony's Garage Sale, ternyata kini sudah berubah nama menjadi Old North Interiors. "Ada apa ini? Baiklah, mari cek ke dalam!", begitu pikir saya. Ternyata tetap sama seperti sebelumnya. Tetap menggemaskan. Yang berubah hanyalah susunannya. Selain itu, tempat untuk furniture menjadi lebih luas, sedangkan tempat untuk menjual pakaian menjadi lebih kecil. Mungkin mereka ganti nama karena untuk menunjukkan bahwa saat ini mereka lebih fokus ke furniture. Mungkin.
Akhirnya saya melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini beneran pulang. Mengayuh, mengayuh, mengayuh. Dan akhirnya sampai di Kralingse Bos, taman terbesar di Rotterdam, yang juga menunjukkan kalau apartemen saya sudah dekat. Mungkin sekitar lima menit bersepeda. Taman yang udah seperti hutan. Ibaratnya kalau di Bandung seperti Tahura Juanda, kalau di Bogor seperti Kebun Raya Bogor. Kebayang kan? Jadi ini bukan seperti taman kota biasanya. Sambil melewati, saya melihat keluarga yang sedang berjalan menyusuri pinggir danau. Anak kecil bermain sepeda bersama ibunya. Sepasang kekasih yang sedang rebahan di atas kain yang sengaja digelar untuk menjadi alas. Seorang perempuan yang sedang bersandar di salah satu pohon sambil menikmati pemandangan di danau di depannya. Dan saat itu, saya terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Udah lama juga enggak duduk santai di taman ini. Rasanya terakhir kali itu sekitar hampir lima bulan yang lalu, sebelum Ramadhan. Waktu yang tepat untuk menikmati cuaca yang sedang bagus, sambil melanjutkan kembali buku yang sudah sejak dua bulan lalu saya beli tapi belum juga selesai dibaca.
Saya enggak tau bagaimana kamu, tapi bagi saya, ada masa di mana saya merasa penat dengan rutinitas yang sebagian besarnya dilakukan hanya untuk bertahan hidup dan bekerja. Entah udah berapa lama saya lupa untuk menikmati hal - hal kecil di sekeliling saya. Terutama ketika kembali ke Indonesia dan hidup di Jakarta, disibukkan oleh urusan ini dan itu. Begitu kembali ke Rotterdam pun, meski saya bisa bernafas kembali, menikmati perjalanan dari apartemen - kampus - apartemen yang mungkin bagi sebagian orang sebenarnya membosankan, tapi saya sangat menikmatinya. Hembusan angin sejuk yang menunjukkan bahwa musim panas segera berakhir, suara pepohonan hijau lebat yang bergemuruh setiap kali diterpa angin, paparan cahaya matahari pagi dan sore, pemandangan rumah - rumah baru dengan arsitektur lama. Tapi tentu saja, terkadang ada saatnya saya ingin menikmati kebahagiaan sederhana yang lebih dari itu. Karena apa pun akan kehilangan sisi istimewanya jika dilakukan terus - menerus, apalagi setiap hari. Jadi enggak ada salahnya melakukan hal - hal biasa yang jarang kita lakukan... karena mungkin mereka bisa menjadi hal yang luar biasa di waktu tertentu.
Ozuuu, we're reading the same book!
ReplyDeleteHahaha tos MIR!
Delete