A Little Note from Our First Year of Marriage

Meskipun tahun ini rasanya lamaaa sekali, begitu sadar kalau hari ini sudah setahun semenjak saya dan Ican menikah, tetap aja yang pertama kali terlontar adalah "enggak berasa yaa udah setahun aja" πŸ˜† Setuju enggak kalau setiap momen pertama (apa pun itu), rasanya selalu lebih spesial? #kokjadikayaiklangini. Mumpung lagi ada beberapa hal yang diingat (dan mungkin bisa bermanfaat juga bagi para pejuang LDR yang akan menikah) kali ini saya mau berbagi sedikit soal pengalaman setahun ke belakang. 

Jangan merasa terbebani dengan pemikiran banyak orang bahwa setelah menikah harus langsung punya anak. Semakin berusia, saya semakin sadar bahwa keputusan memiliki anak itu sangatlah besar, yang mana setiap orang (dan pasangan) punya kapasitas, prioritas, dan pandangan yang berbeda. Dan oleh karenanya, setiap pasangan memiliki hak yang sama (dan tanpa dihakimi) terkait keputusan mereka untuk memiliki anak. Apalagi untuk pasangan seperti kami yang melewati tiga tahun bersama dengan LDR dan hanya bertemu satu sampai dua bulan dalam setahun, kami menyadari bahwa penting sekali untuk memiliki quality time bersama ketika sudah menikah dan enggak LDR lagi. Melewati setahun ini, kami bersyukur banget masih memiliki waktu yang banyak setelah menikah untuk menikmati masa - masa pacaran tanpa LDR. Bukan hanya soal waktu bersama yang banyak hilang selama tiga tahun kemarin, tapi hal penting lainnya juga karena poin berikutnya.   

Meskipun kami sudah bersama selama 6.5 tahun (total dari pertama pacaran saat kuliah), ternyata proses untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain akan terus berlanjut ketika sudah menikah. Dengan kata lain: masih banyaaak BANGET hal baru yang enggak kami ketahui sebelum menikah dulu. Kebanyakan sih memang hal - hal kecil seputar kebiasaan di rumah dan kehidupan rumah tangga. Tapi awal tinggal bersama ternyata justru sering berantem dari situ loh! Mulai dari saya yang enggak bisa ngeliat tumpukan cucian piring lama - lama; sementara Ican butuh mood untuk nyuci. Dan perdebatan pun terus berlangsung ke ranah mengatur keuangan, persepsi soal estetika dan fungsi, hingga ke yang paling sepele sekali pun seperti "pintu kamar mandi harus selalu ditutup vs. gapapa dibuka dulu setelah mandi" πŸ˜… Kuncinya memang harus saling sabar, menghargai, dan... dibawa santai aja! Sejauh ini saya sadar yang namanya berantem - berantem kecil gini penting juga buat meramaikan suasana dan justru bikin makin akrab satu sama lain πŸ˜‚ 

"Kelamaan LDR  bikin jadi susah untuk tinggal bareng, karena udah kebiasaan punya ruang sendiri" Jujur, ini salah satu hal yang paling saya takutkan ketika mau menikah. Bukan cuma gosip atau keparnoan semata, tapi memang dari pengalaman dan cerita beberapa teman saya yang pernah lama LDR, mereka mengalami kesulitan ketika tinggal bersama pasangan mereka setelah menikah. Sampai akhirnya corona muncul dan berhasil menghilangkan ketakutan saya tersebut. Selama enam bulan terakhir ini, ketika hampir setiap hari dihabiskan bersama, enggak pernah sedikit pun ngerasa bosen. Yaa pasti ada lah yaa kangen pengen ketemu dan ngobrol sama orang lain. Namanya juga manusia kaan tetep butuh bersosialisasi. Cuma enggak sampe yang butuh waktu berhari - hari untuk sendiri dulu gitu. 

Salah satu alasannya adalah karena setiap hari, sadar atau enggak, saya dan Ican juga punya kegiatan yang membuat "ruang" tersendiri untuk kami. Di hari kerja yaa pasti kami udah disibukkan dengan kerjaan masing - masing. Pun lagi libur, kami juga biasanya ngerjain hobi masing - masing. Tapi di sela - sela waktu itu pasti lah ada waktu di mana kami menghabiskan waktu bareng, misalnya masak bareng, makan sambil nonton, belanja grocery, jalan - jalan keluar. Intinya sih bisa saling memahami dan menghargai seberapa banyak masing - masing dari kita untuk membutuhkan "ruang" sendiri. Untungnya (dan ini juga salah satunya yang bikin kami berdua cocok sih), kami sama - sama tau kapan saatnya bareng dan kapan  me-time.


Last but not least, seperti yang mungkin dialami juga oleh kebanyakan newly weds lainnya, tahun pertama ini sangat menyadarkan saya bahwa menikah itu lebih dari apa pun yang saya bayangkan. I'm so clichΓ© I know πŸ˜¬ Lewat kebahagiaan - kebahagiaan sederhana seperti ada orang yang bisa terus - terusan diganggu, dipeluk (karena saya suka banget meluk orang terdekat saya), dan yang paling penting, yang selalu menemani di kala senang dan susah. Lalu tanpa disadari, marriage makes me a better person in many aspects. Contoh kecilnya di masakan. Dulu sebelum nikah meskipun saya suka masak, tapi jujur banget nih, saya jarang megang bumbu - bumbu Indonesia kaya kunyit, jahe, lengkuas, ketumbar, dll. Intinya masakan saya menggunakan bumbu dasar aja. Tapi semenjak menikah, saya pengen masak yang proper karena makanannya ini bukan buat saya doang tapi juga suami. Semacam ada perasaan pengen ngasih yang lebih baik kalau belum bisa ngasih yang terbaik #cieilah. 

Sebenernya masih banyak yang pengen saya sampaikan tapi disimpan dulu aja deh buat tahun depan hehe. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan pastinya doakan seperti apa yang Slank bilang, supaya kemesraan ini janganlah cepat berakhir 😜

4 Comments

  1. salam kenal mba. saya Evy. pengunjung setia blog mba ini. senang membaca tulisan2xnya mba. apalgi lihat foto2x yg diposting. cakep ! keep writing mba !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haloo mba Evy, salam kenal juga yaaa.
      Wah, makasih banyak mbaa sudah jadi pembaca setia blog ini.
      Siapp, insya allah akan terus menulis dan posting foto - foto di sini heheh :)

      Delete
  2. Huaa seneng banget kalo udah baca blog kk.saya penggemar kak ozu,kalo mampir ke pekanbaru bisa kontek saya hehe

    ReplyDelete
  3. Wish love and happiness last forever!

    ReplyDelete

Post a Comment