Reproduction of Happiness #83: Lomo

Tadinya sok - sok enggak mau posting apapun soal New York di blog sampai cerita tentang perjalanan saya dan Bunda awal tahun lalu udah komplit. Tapi gimana dong, saya enggak bisa menahan buat enggak cerita tentang satu kebahagiaan yang saya dapatkan kembali hari ini setelah bertahun - tahun lamanya. Terdengar lebay ya? :)) Cuma beneran deh, dari minggu lalu saya udah enggak sabar melihat hasil foto - foto di NYC dari Disposable Lomo kamera yang saya beli ketika di sana. Seperti biasanya, kalau abis foto pake Lomo bawaannya antara excited dan nervous karena enggak tau hasilnya akan seperti apa. Momen mana yang berhasil didevelop dan momen mana yang gagal. Apalagi ini baru pertama kalinya lagi since-god-knows-when terakhir saya menggunakan 35mm. Sebelumnya saya lebih sering menggunakan 120mm, yang lebih susah buat menghasilkan foto tanpa banyak light leak. Belum lagi dengan kebodohan dan kenorakan saya pertama kali membeli kamera ini malah membuka bagian filmnya. Jadi makin aja deg - degan berapa banyak bagian rol yang terekspose dan efeknya ke bagian rol lainnya. Makanyaaa saya seneng banget begitu melihat 30 (dari total 36) foto berhasil didevelop. Meskipun ada beberapa yang pencahayaannya kurang bagus karena saya ambil saat malam hari dan indoor, terus lupa nyalain flash :))






Hmm, jadi sebenernya saya enggak ada kepikiran buat beli Lomo maupun kamera disposable sebagai souvenir. Maksudnya, di Eropa kan juga ada yang jual jadi enggak mesti beli di sana kalau saya memang pengen. Sampai akhirnya kamera saya tiba - tiba aja membuat ulah. Lagi. Setelah dua minggu sebelumnya baru aja diganti lensa karena dua bulan sebelumnya enggak bisa dipake sama sekali. Layarnya hitam dengan tulisan "Please insert lense". Padahal seminggu sebelumnya saya sengaja beli lensa baru karena trip ini. Eh, enggak taunya baru aja hari kedua saya di New York, lensanya rusak lagi (dan kali ini saya curiga bukan salah lensanya tapi kameranya. HUFT). Jadi saya pasrah aja deh mengandalkan hp saya yang untungnya kualitas fotonya juga bagus. Meskipun ada beberapa aspek yang tetep enggak bisa dicompare sama kamera saya.

Nah, fast forward ke hari keempat, ketika lagi jalan - jalan di sepanjang Fifth Avenue, lalu melihat toko Urban Outfitters yang menarik perhatian saya, akhirnya saya masuk. Tadinya sih cuma niat liat stock barang - barang di sana dan compare harga dengan cabang yang di Rotterdam. Kali aja ada yang lebih lucu dan murah. Sampai akhirnya saya nemu Disposable Lomo ini. Kata otak saya, enggak penting beli ini. Tapi hati saya bilang beli aja supaya trip ini terasa lebih spesial, apalagi dengan kejadian kamera rusak. Akhirnya setelah ada kali lima belas menit menimbang antara logika dan perasaan, saya memilih buat mengikuti kata hati #tsah. Ternyata bener kata orang - orang, mengikuti kata hati itu enggak berujung penyesalan. Kayanya saya justru bakalan nyesel kalau saat itu enggak beli!









Bagi sebagian dari kamu - kamu yang baca blog ini sejak, hmmm seenggaknya pertengahan tahun lalu, pasti udah tau kalo saya pengguna dan penggemar Lomo. Bagi kamu yang belum tau dan penasaran dengan hasil dari kamera Lomo sebelumnya, bisa dilihat di sini. Sebelumnya saya udah pernah cerita alasan utama saya suka Lomo adalah prosesnya. Dari proses mengambil foto yang enggak perlu mikir, sesuai tagline mereka "dont think, just shoot!". Suatu hal yang udah pasti enggak saya dapatkan dari kamera digital, dimana saya pasti atur kamera sana - sini dulu (yang terkadang malah jadi kehilangan momen).  Tapi baru sekarang saya menemukan sisi lain yang membuat saya semakin suka dengan Lomo, yaitu penggunannya yang membuat saya memilih momen mana yang "special enough" dan tepat untuk diambil dengan jumlah rol yang terbatas. Padahal kalau menggunakan kamera digital, saya hampir selalu mengambil beberapa foto di satu tempat atau momen yang sama karena merasa butuh backup. Dan enggak jarang berakhir menuhin space di laptop karena terlalu banyak foto yang diambil sementara saya udah keburu males buat menghapus satu per satu. 

Lalu proses menunggu film-developing yang selalu berhasil membuat saya penasaran dan dibuat surprised begitu melihat hasilnya. Bagi saya itu yang bikin Lomo dan kamera analog yang pernah saya pakai, menjadi spesial dan belum tergantikan oleh kamera digital. Terutama Lomo, dengan bentuknya yang lucu dan fiturnya yang mudah dipakai serta menarik (seperti color filter), selalu berhasil mengeluarkan sisi "anak - anak" dalam diri saya. Merasa seperti kembali ke Ozu sebelas tahun lalu yang baru pertama kali mengenal dan langsung ketagihan dengan Lomography. And that feeling of being fun and remain youthful is one of the greatest happiness Lomo has given me. 







3 Comments

  1. "Layarnya hitam dengan tulisan "Please insert lense". Astaga kak ozu... ini sama banget sama aku :'''''D tapi suka foto-fotonyaaa! berasa liat foto2 new york di film film 90an!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. huaaa bisa samaan gitu kita! btw aku bawa ke service kaan ternyata katanya kamera sama lensa aku mesti diupgrade sistemnya. belum aku coba sihh, tapi mungkin masalah kamu juga sama. yang penting, semoga kameranya enggak rusak dan bisa berfungsi dgn baik lagi ya chaa X)

      Delete
  2. Kapan fotomu ga menyenangkan mataku kak? Pake lomo pun bikin aku tertakjub-takjub. Hasilnya bagusss huhu. Ini sih faktor man behind camera yang emang oke skillnya. Anyway, kebayang gimana panik dan bete tapi bingungnya kamera rusak. Kameraku abis masuk servisan juga!

    ReplyDelete

Post a Comment