Reproduction of Happiness #77: Eyeglasses

Hari Jumat lalu saya sempat posting di Instagram story saya tentang sebuah insiden terkait kacamata saya yang patah di tengah. Ha! Padahal awalnya saya bermaksud mengencangkan ganggang kacamata saya yang semakin lama semakin terasa longgar hingga mencapai tahap dimana hampir setiap beberapa menit sekali merosot sampai ke batang hidung saya bagian bawah. Tapi pada dasarnya saya ini orang yang memegang kuat prinsip enggak akan ganti kalo belum rusak, jadi yaa saya betah - betahin aja kondisi seperti itu selama beberapa bulan ini :)) Sampai yang paling terasa sih minggu lalu, ketika saya semakin susah fokus buat kerja, terlepas dari memang 'minggu tenang' saya karena lagi spring break serta cuaca yang sangat dingin karena Belanda - dan beberapa negara Eropa lainnya - sedang kedatangan 'tamu' dari Siberia. Namun alasan lainnya adalah kepala saya yang pusing dan mata saya yang mudah lelah akibat kacamata saya tersebut. Mungkin karena itulah, semesta udah merasa gemay dengan saya, akhirnya sekalian dipatahkan saja itu supaya saya enggak ada alasan lain buat menunda beli kacamata yang baru. Haha! Mungkin karena itu juga, begitu melihat kacamata saya terbelah dua, bukannya marah atau sedih, yang ada hanyalah campuran antara shock, pengen ketawa, dan bingung! Karena kacamata lama saya yang memang sengaja saya simpan sebagai cadangan, in case saya perlu banget (dan akhirnya terbukti di hari itu), ada di flat saya yang berjarak dua kilometer dari optik. Alhasil, selama kurang lebih 30 menit saya tanpa kacamata dengan 15 menit saya lalui dengan berjalan, naik bus, dan dilanjutkan jalan! Wah seriusan deh, terakhir saya berjalan sejauh itu tanpa kacamata rasanya udah enggak inget lagi, saking selama ini saya selalu bergantung dengan kacamata saya. Yaiyalah, secara minus tujuh, yang terlihat cuma warna aja dengan pemandangan blur dan abstrak. Haa! Di saat itulah saya baru sadar betapa pentingnya kacamata bagi saya dan sekaligus merasa bersyukur banget terlahir dan hidup disaat kacamata udah ditemukan untuk membantu orang - orang seperti saya ini. Meski di sisi lain, saya juga merasa iri dengan mereka yang enggak membutuhkan kacamata untuk melihat dunia dengan jelas :))

(2012 - 2015)

Diantara ketidakberuntungan sebagai orang yang bergantung dengan kacamata, sebenernya saya masih menemukan hal yang menyenangkan, yaitu kesempatan untuk mengubah image saya setiap kali mengganti kacamata. Berasa kaya jadi orang yang baru aja gitu :)) Makanya setiap mengganti kacamata, saya selalu pengen coba frame yang berbeda dari sebelumnya. Bahkan saya aja setiap melihat foto - foto saya dari sejak pertama kali saya menggunakan kacamata waktu duduk di kelas 5 SD (sekitar dua puluh tahun yang lalu!) sampai sekarang, suka enggak nyangka sendiri dengan muka saya yang berbeda. Yaa meski kadang enggak terlalu beda, tapi bagi saya tetep ada keseruan tersendiri ngeliat muka saya agak berbeda dari waktu ke waktu. Hehe! Saya jadi inget waktu SMA saya sempat iseng nyoba ganti frame kacamata dengan frame warna cokelat muda dengan bentuk bundar. Ternyata begitu dicoba, saya enggak pede banget menggunakannya karena menurut saya kacamatanya jadi bikin saya keliatan lebih tua dan jelek. Alhasil, saya tetep menggunakan kacamata lama dengan frame oval berwarna hitam hingga saya dibolehin lagi untuk beli kacamata baru. Semenjak itu, saya enggak berani ganti frame yang terlalu berbeda. Jadi bertahun - tahun saya cari aman dengan menggunakan frame warna gelap (hitam atau biru tua) dengan bentuk oval atua persegi panjang. 

(2015 - 2018)

Tapi lama kelamaan saya bosan dan butuh sesuatu yang baru. Jadinya tiga tahun lalu, saya coba ganti frame dengan model panto. Awalnya saya merasa enggak pede karena enggak terbiasa dengan ukuran lensa yang besar. Eh, enggak taunya sekarang setiap saya membandingkan berbagai frame kacamata yang pernah saya punya, justru saya paling suka panto dan merasa itu yang paling cocok dengan saya. Cuma untuk kali ini saya agak ragu antara pengen pake model serupa dengan panto lagi atau yang berbeda. Karena jujur aja, selama ini saya memendam hasrat terpendam terkait kacamata. Pertama, pengen pake cat-eye. Kalo ini semacam hasrat dari jaman kuliah sarjana dulu yang belum kesampaian karena selalu enggak pede dengan modelnya yang nyentrik tapi juga menggemaskan. Kedua, pengen beli kacamata dari independent brand. Berhubung kacamata adalah barang primer dan selalu dipakai setiap hari, dari kecil saya udah diajarkan Bunda untuk beli kacamata dari high-end brand. Mahal enggak apa - apa (selama masih masuk dalam budget yaa tentunya. hee!), asal nyaman dan lebih tahan lama. Tapi sebenernya udah beberapa tahun terakhir ini, semenjak makin banyak local brand di Indonesia yang mengeluarkan eyewear line dengan model yang unik, saya mulai tertarik buat mencobanya. 

(2018 - ?)

Ketika di hari saya mencari kacamata baru, sebenernya saya masih fleksibel dengan tiga opsi tersebut: cat-eye, panto, atau model lainnya dari indie brand. Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan model yang tersedia di optik pertama (tempat kacamata saya rusak), ternyata belum ada yang bener - bener bikin saya sreg. Begitu saya tanya Ican pun, dari jawabannya juga masih keliatan ragu. Jadi akhirnya saya putuskan cari ke sebuah independent eyewear shop, Blick Brillen yang udah bikin saya penasaran semenjak liat koleksi kacamata dan berbagai indie labels yang bikin saya kalap. Bener aja, begitu nyampe sana, banyak banget model yang menggoda! Meski banyak juga diantaranya yang langsung bikin saya enggak berselera karena harganya yang sama mahalnya - bahkan lebih mahal - dari brand ternama :)) Sampai akhirnya setelah mencoba beberapa model dan mulai merasa hopeless, baik saya maupun si mas-nya yang bantuin cari frame yang cocok dengan lensa saya sebelumnya, tiba - tiba pandangan saya tertuju pada sebuah kacamata model vintage dengan bingkai setengah plastik warna maroon dan setengah titanium. Awalnya saya ragu karena modelnya bikin saya terlihat lebih tua (faktor paling penting ini, which is cari yang enggak bikin keliatan makin tua. haha!) dan juga masih agak trauma menggunakan frame kacamata selain warna hitam. Tapi begitu saya kasih liat model ini ke Ican, dia langsung jawab dengan yakin ini yang paling bagus dibanding beberapa kacamata yang saya tunjukkan sebelumnya. Jadilah akhirnya saya pilih kacamata tersebut dari Yellows Plus, sebuah indie label  asal Jepang. Lucunya, enggak lama setelah itu, saya liat hasil polling di Instagram story saya, ternyata paling banyak mendukung saya untuk ganti kacamata dengan 'indie brand', ketimbang cat-eye dan panto. Ha! Tapi jujur aja, sampai sekarang saya masih merasa enggak sepenuhnya pede menggunakan kacamata ini karena masih terlihat aneh dan juga membuat saya keliatan lebih jutek. Semoga aja ini cuma perasaan sesaat deh. Kalo enggak, saya mesti nabung lagi nih buat ganti kacamata baru dengan frame warna hitam lagi :))

2 Comments

  1. Cucok kok, Mba! Tapi sama sih, tiap mau ganti kacamata pasti galau karena itu aksesoris yang ngaruh banget ke muka! :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbaaa :D

      Iyaa kaan, salah model kacamata bisa berabe urusannya :))

      Delete

Post a Comment